Home » Tak Berkategori » Perkembangan Keuangan Pemerintah dan Fiskal 2015:II

Perkembangan Keuangan Pemerintah dan Fiskal 2015:II

1. Penyerapan Anggaran Keuangan Pemerintah Masih Rendah
Tabel 1 Realisasi APBNP 2015
Proporsi realisasi APBNP 2015 hingga tengah tahun 2015 belum mencapai target
t1
Sumber: Kementerian Keuangan (2015)

 

Proporsi penyerapan belanja negara dan penerimaan APBNP per 31 Juni 2015 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan APBNP 2014 per 15 Juni 2014. Sampai dengan 15 Juni 2015, belanja negara hanya mencapai 32,8 persen sedangkan bila dibandingkan dengan periode yang sama dengan tahun sebelumnya sudah mencapai 34,3 persen. Namun secara nominal, realisasi belanja di tahun 2015 lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan persentase realisasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) lebih rendah 5,1 poin persentase dari tahun 2014 khususnya pada rendahnya realisasi subsidi. Sedangkan pada Belanja non-Kementerian/Lembaga (K/L) lebih tinggi 0,3 poin persentase dari periode yang sama tahun sebelumnya. Begitu juga dengan Transfer dareah dan Dana Desa juga mengalami kenaikan 3,8 poin persentase. Selain itu dari sisi Penerimaan negara dan Hibah hanya mencapai 33,7 persen dari total target penerimaan Negara dalam APBNP 2014. Angka Tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan periode sebelumnya dengan tahun sebelumnya yang mencapai 40,0 persen. Secara nominal, realisasi belanja di tahun 2015 juga lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan persentase realisasi penerimaan pajak lebih rendah sebesar 7,6 poin persentase dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014.

Sementara itu, realisasi Transfer ke daerah dan dana desa hingga 15 Juni 2015 tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan APBNP 2014 per 15 Juni 2015. Hingga 15 Juni 2015, transfer daerah dan dana desa mencapai IDR 282,6 triliun atau 42,5 persen dari pagu dalam APBNP 2015. Bila dibandingkan dengan periode sebelumnya tahun 2014 realisasi transfer daerah dan dana desa lebih rendah yang hanya mencapai IDR 230 triliun atau 38,7 persen dari pagu APBNP 2014. Peningkatan transfer daerah ditopang oleh dana perimbangan desa yang terdiri dari dana bagi hasil serta dana alokasi khusus dan umum sehingga, total dana perimbangan sampai 15 Juni 2015 mencapai IDR 275 triliun atau 42,8 persen dari pagu dalam APBNP 2015.

Defisit anggaran hingga 15 juni 2015 lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Dengan realisasi pendapatan negara IDR 593 triliun dan realisasi belanja negara IDR 651,1 triliun, maka realisasi defisit anggaran menunjukan lebih rendah dibandingkan dengan defisit tahun lalu yang hingga 15 Juni 2015 mencapai IDR 58,1 triliun atau 0,5 persen dari PDB.

Realisasi pembiayaan anggaran hingga 15 Juni 2015 tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi APBNP 2014 per 15 Juni 2014. Hingga 15 Juni 2015 realisasi pembiayaan negara mencapai IDR 162 triliun atau 72,8 persen dari target yang telah ditetapkan pada APBNP 2015 sebesar IDR 222,5 triliun. Kenaikan realisasi pembiayaan didorong oleh pembiayaan dalam negeri yang hingga 15 Juni 2015 naik sebesar IDR 187,3 triliun atau 77,2 persen terhadap APBNP 2015 sedangkan bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya hanya mencapai IDR 152,8 triliun atau 59,9 persen terhadap APBNP 2015.

 

Gambar 1: Realisasi dan Target Penerimaan Perpajakan dan Rasio pajak 2010 – 2014
Perkembangan Rasio Pajak Indonesia masih rendah
g7
Sumber: Kementerian Keuangan (2015)

 

Rasio pajak di Indonesia masih tergolong rendah. Rasio pajak di Indonesia selalu berkisar antara 11-12%. Perkembangan rasio pajak dari tahun 2010 mengalami kenaikan hingga tahun 2013 namun pada tahun 2014 rasio pajak mengalami penurunan cukup besar. Realisasi penerimaan pajak 2014 tercatat IDR 1.146,9 triliun dengan PDB Indonesia IDR 10.094 triliun sehingga, tax ratio Indonesia sekitar 11,36%. Penurunan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang melambat dan harga komoditas seperti CPO, batubara dan minyak yang menurun. Namun rata-rata penerimaan pajak Indonesia masih dibawah rata-rata negara berpendapatan sama dengan Indonesia yaitu negara dalam kategori lower middle income yang besaran rata-rata tax ratio 19-26% dari PDB. Tinggi rendahnya tax ratio mengimplikasikan kuat lemahnya sistem perpajakan di suatu negara. Sehingga Indonesia perlu membuat tim khusus untuk mengejar dan menyelidiki Wajib Pajak agar memenuhi target penerimaan pajak.

 

Tabel 2: Realisasi Penerimaan Perpajakan, Juni 2014 – Juni 2015 (IDR Triliun)
Realisasi Penerimaan perpajakan hingga tengah tahun 2015 masih rendah
t2
Sumber: Kementerian Keuangan (2015)

 

Realisasi pendapatan perpajakan hingga 15 Juni 2015 masih rendah. Penerimaan pajak hingga tengah tahun 2015 hanya mencapai IDR 1.489,3 triliun atau 32,35 persen terhadap APBNP 2015 sedangkan, bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya penerimaan pajak sudah mencapai IDR 500,3 triliun atau 40,1 persen terhadap APBN 2014. Pajak Migas hingga 15 Juni 2015 sudah mencapai 48,8 persen terhadap APBNP 2015 sedangakn bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya hanya mencapai 44,6 persen terhadap APBNP 2014. Namun secara nominal, penerimaan pajak 15 Juni 2015 lebih rendah dibandingkan dengan 15 Juni 2014. Dari sisi pajak non-migas mecapai 31,7 persen terhadap APBNP 2015 sedangkan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sudah mencapai 39,3 persen terhadap APBNP 2014. Namun secara nominal, pendapatan pajak non-migas lebih tinggi dibadingkan dengan tahun sebelmnya. Bea dan cukai juga mengalami penurunan penerimaan sebesar IDR 65,3 triliun atau 33,5 persen terhadap APBNP 2015 sedangkan bila dibnadingkan dengan periode yang sama than sebelumnya sudah mencapai IDR 74,2 triliun atau 42,7 persen terhadap APBNP 2014. Belum optimalnya kinerja pajak mendorong menyusutnya penerimaan pajak. Selain itu pengaruh perlambtan ekonomi serta rendahnya harga komoditas.

 

Tabel 3: Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Juni 2014 – Juni 2015 (IDR Triliun)
Realisasi Penerimaan Negara Bukan pajak tahun 2015 menurun
t3
Sumber: Kementerian Keuangan (2015)

 

Realisasi penerimaan negara bukan pajak mengalami penurunan. Hingga 15 Juni 2015 penerimaan negara bukan pajak hanya mencapai IDR 108,8 atau 40,4 persen terhadap APBNP 2015 dari target APBNP 2015 sebesar IDR 269,1 triliun. Sedangkan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahaun sebelumnya sudah mencapai IDR 153,9 triliun atau 39,8 persen terhadap APBNP 2014. Penurunan terjadi pada semua komponen penerimaan negara bukan pajak yaitu penerimaan SDA, pendapatan bagian laba BUMN, PNBP serta pendapatan BLU. Penurunan terbesar terjadi pada penerimaan SDA khususnya pada SDA Migas yang hinga 15 Juni 2015 hanya mencapai IDR 31,2 triliun atau 38,3 persen terhadap APBNP 2015. Sedangkan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya penerimaan migas sudah mencapai IDR 78,1 triliun atau 36,9 persen terhadap APBNP 2014.Faktor perlambatan ekonomi, niali tukar yang terdepresiasi serta rendahnya harga komoditas yang mendorong penerimaan negara bukan pajak mengalami penurunan.

 

2. Utang luar negeri Indonesia meningkat meski indikator terhadap obligasi Indonesia memburuk
Gambar 2: Utang Luar Negeri Indonesia (Miliar USD), Kuartal I-2010 – Kuartal I-2015
Utang luar negeri Indonesia meningkat
g18
Keterangan: *(Sementara), **(Sangat Sementara)
Sumber: Bank Indonesia (2015)

 

Utang luar negeri Indonesia naik menjadi USD 298,1 miliar pada akhir kuartal I-2015 (Maret). Jumlah utang luar negeri tersebut mengalami kenaikan sebesar 1,7 persen dibandingkan dengan akhir kuartal IV-2014 (Desember) atau naik sebesar 7,6 persen dibandingkan dengan akhir kuartal yang sama pada tahun 2014. Kenaikan utang luar negeri Indonesia disebabkan oleh meningkatnya dua komponen utang luar negeri yaitu utang luar negeri pemerintah dan bank sentral serta swasta. Utang luar negeri pemerintah dan bank sentral memberikan kontribusi pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan pertumbuhan utang luar negeri swasta. Utang luar negeri pemerintah dan bank sentral mengalami peningkatan sebesar 2,3 persen secara quarter-to-quarter dan sebesar 12,7 persen dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun 2014. Sementara itu, utang luar negeri swasta mengalami peningkatan sebesar 1,1 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya dan sebesar 14,3 persen dibandingkan kuartal I-2014. Peningkatan utang pemerintah dan bank sentral pada kuartal I-2015 ini disebabkan karena proyeksi defisit APBNP-2015 dan pendanaan infrastruktur. Sementara dari sisi swasta, yield obligasi pada kuartal I-2015 yang lebih rendah dibandingkan dengan kuartal IV-2105 dijadikan sebagai kesempatan bagi swasta untuk menerbitkan obligasinya. Untuk denominasi utang luar negeri Indonesia sendiri sebagian besar dalam bentuk dolar AS di mana pada akhir Maret 2015, utang luar negeri Indonesia denominasi dolar AS sebesar USD 213 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 0,03 persen dibandingkan Februari 2015 dan 0,11 persen dibandingkan Januari 2015.

 

Gambar 3: Utang Luar Negeri Berdasarkan Jangka Waktunya (Miliar USD), Kuartal I-2010 – Kuartal I-2015
Utang luar negeri jangka panjang meningkat sementara utang luar negeri jangka pendek mengalami penurunan
g19
Keterangan: *(Sementara), **(Sangat Sementara)
Sumber: Bank Indonesia (2015)

 

Berdasarkan jangka waktunya, total utang luar negeri jangka pendek Indonesia pada akhir kuartal I-2015 (Maret) mengalami penurunan sebesar 4,7 persen (q-t-q) atau menjadi USD 56,5 miliar. Berdasarkan komponennya utang luar negeri jangka pendek pemerintah dan bank sentral serta swasta sama-sama mengalami penurunan namun utang luar negeri jangka pendek pemerintah dan bank sentral mengalami penurunan yang lebih rendah dibandingkan dengan utang luar negeri swasta. Utang luar negeri jangka pendek pemerintah dan bank sentral mengalami penurunan sebesar 6,4 persen atau menjadi USD 9,72 miliar, sedangkan utang luar negeri swasta mengalami penurunan sebesar 4,3 persen atau menjadi USD 46,77 miliar.

Sementara itu, utang luar negeri jangka panjang Indonesia pada akhir kuartal I-2015 (Maret) mengalami peningkatan sebesar 3,3 persen (q-t-q) atau menjadi USD 242 miliar. Peningkatan utang luar negeri jangka panjang Indonesia seiring dengan meningkatnya utang luar negeri jangka panjang pemerintah dan bank sentral serta swasta yang masing-masing sebesar 3,1 persen atau menjadi USD 123 miliar dan sebesar 3,5 persen atau menjadi USD 119 miliar. Utang luar negeri jangka panjang masih menjadi sumber pembiayaan yang favorit bagi pemerintah dan bank sentral serta swasta. Dari sisi pemerintah dan bank sentral, pada akhir kuartal I-2015 (Maret), proporsi utang luar negeri jangka panjang terhadap total utang luar negeri pemerintah dan bank sentral mencapai 93 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang proporsinya sebesar 92 persen. Sementara dari sisi swasta, pada akhir kuartal I-2015 (Maret), proporsi utang luar negeri jangka panjangnya mencapai 71 persen atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang proporsinya sebesar 70 persen.

 

Gambar 4: Indikator Utang Luar Negeri Indonesia (%), Kuartal I-2013 – Kuartal I-2015
Debt service ratio dan rasio utang terhadap ekspor serta PDB mengalami peningkatan
g20
Keterangan: (DSR Tier 1 merupakan pembayaran pokok dan bunga atas utang jangka panjang dan pembayaran bunga atas utang jangka pendek)
(DSR Tier 2 meliputi pembayaran pokok dan bunga atas utang dalam rangka investasi langsung selain dari anak perusahaan di luar negeri, serta pinjaman dan utang dagang kepada non-afiliasi)
*(Sementara), **(Sangat Sementara)
Sumber: Bank Indonesia (2015)

 

Indikator sustainabilitas eksternal utang luar negeri Indonesia memburuk. Debt service ratio (DSR) Indonesia baik tergolong dalam Tier 1 maupun Tier 2 pada kuartal I-2015, masing-masing mengalami peningkatan sebesar 0,5 dan 6,9 percentage point menjadi 23 dan 49,6 persen. Sementara rasio utang terhadap ekspor dan PDB masing-masing mengalami peningkatan sebesar 4,6 dan 1,5 percentage point. Indikator utang luar negeri Indonesia yang memburuk disebabkan oleh meningkatnya utang luar negeri Indonesia yang tidak diimbangi dengan pemasukan negara dari sisi ekspor dan melambatnya pertumbuhan ekonomi sebagai akibat jatuhnya harga komoditas dan juga melemahnya ekonomi global.

Rasio utang luar negeri pemerintah terhadap PDB pada kuartal I-2015 sebesar 25 persen. Rasio tersebut masih lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Laos. Sementara negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Jepang memiliki rasio yang lebih besar yaitu masing-masing sebesar 102 dan 132 persen. Yunani yang terkena krisis utang, pada kuartal I-2015 memiliki rasio utang sebesar 177 persen dari PDB.

 

Gambar 5: Perbandingan Rasio Utang terhadap PDB (%), Kuartal I-2015
Rasio utang pemerintah terhadap PDB Indonesia cukup rendah dibandingkan dengan negara-negara lain
g21
Sumber: Tradingeconomics (2015)

 

Gambar 6: IBPA Effective Yield Index (EYI) dan Credit Default Swap (CDS, tenor 5 tahun), Juni 2013 – Juni 2015
Rata-rata yield obligasi dan CDS bertenor 5 tahun Indonesia meningkat
g22
Sumber: Bloomberg (2015)

 

Persepsi pelaku pasar terhadap risiko obligasi Indonesia meningkat. Hal tersebut diindikasikan pada kenaikan rata-rata yield obligasi pemerintah atau IGB effective yield index sebesar 1,86 percentage point pada Juni 2015 dibandingkan dengan bulan Mei 2015 dan sebesar 4,5 percentage point dibandingkan dengan 2 Januari 2015. Pada tanggal 30 Juni 2015, yield untuk obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun mencapai 8,4 persen naik dari level sebelumnya pada tanggal 31 Maret 2015 yaitu 8,2 persen. Kenaikan yield ini mengakibatkan obligasi baru yang diterbitkan pemerintah akan lebih mahal biayanya (tinggi kuponnya) agar dapat diterima oleh investor. Peningkatan yield ini disebabkan oleh kombinasi depresiasi rupiah terhadap dolar AS akibat rencana liftoff Fed Fund Rate, inflasi yang masih tinggi, dan kekhawatiran investor terhadap emerging market secara umum karena krisis di Yunani, Brazil, Rusia, dan Tiongkok.

Tingkat credit default swap (CDS) untuk obligasi Indonesia juga mengalami peningkatan. CDS naik dari level 168,8 pada bulan Mei 2015 menjadi 174,8 pada Juni 2015 dan mengalami kenaikan 11,8 bps dibandingkan dengan 2 Januari 2015. Meningkatnya persepsi risiko terhadap obligasi Indonesia berlangsung dari awal tahun hingga bulan Juni 2015. Kombinasi pengaruh internal yaitu kondisi perekonomian Indonesia yang tidak sesuai dengan ekspektasi pasar serta pengaruh eksternal berupa menurunnya harga komoditas, krisis Yunani, dan membaiknya perekonomian Amerika Serikat menjadi faktor-faktor penyebabnya. Secara global, persepsi pasar terhadap obligasi negara-negara berkembang juga mengalami penurunan. Hal tersebut tercermin dari menurunnya level EMBIG CORE spread dari level 464,2 bps pada bulan Mei 2015 menjadi 456,0 bps pada Juni 2015 padahal pada 2 Januari 2015 masih berada di level 449,7 bps. Volatilitas yield obligasi Indonesia untuk local currency bertenor 10 tahun pada kuartal II-2015 juga mengalami rata-rata volatilitas yang paling tinggi diantara negara-negara ASEAN seperti Filipina, Thailand, Singapura, dan Malaysia.

 

Gambar 7: Inter Dealer Market Agency (IDMA) Index, Juni 2010 – Juni 2015
Indeks IDMA dan IBPA CPI mengalami penurunan
g23
Sumber: Bloomberg

 

Peningkatan resiko obligasi Indonesia memicu penurunan harga obligasi. Hal tersebut terlihat dari menurunnya IDMA price index sebesar 1,5 bps dari level 98,9 bps pada bulan Mei 2015 menjadi 97,5 bps pada bulan Juni 2015 dan mengalami penurunan sebesar 2,8 bps dibandingkan 2 Januari 2015. Selain itu, rata-rata harga obligasi pemerintah yang ditunjukkan oleh IGB CPI juga mengalami penurunan sebesar 1,04 bps menjadi 113,4 bps dan mengalami penurunan sebesar 2,7 bps dibandingkan dengan 2 Januari 2015 . Secara umum, baik indeks IDMA dan IGB CPI mengalami tren penurunan hingga Juni 2015 meskipun pada periode Januari ke Februari 2015 sempat mengalami kenaikan.

 

Gambar 8: Kepemilikan Asing atas SBN dan Net Jual/Beli SBN, Januari 2014 – Mei 2015
Kepemilikan asing atas SBN tradable mengalami peningkatan dan mengalami beli neto
g24
Sumber: DJPU (2015)
g24-
Sumber: Bank Indonesia (2015)

 

Kepemilikan asing atas SBN tradable pada Mei 2015 sebesar IDR 508 triliun atau 38,39 persen dari total SBN tradable yang mencapai IDR1.881 triliun. Kepemilikan asing atas SBN tradable mengalami peningkatan sebesar 1,2 persen dibandingkan dengan bulan April 2015 dan 10 persen dibandingkan dengan awal Januari 2015. Peningkatan kepemilikan asing tersebut cukup menarik mengingat yield obligasi mengalami peningkatan. Hal tersebut juga diperkuat dengan net jual/beli oleh asing yang menunjukkan beli neto sebesar IDR 6,31 triliun. Meskipun demikian, pangsa kepemilikan asing terhadap total SBN tradable cenderung mengalami penurunan selama kuartal II-2015 berjalan yaitu periode April hingga Mei 2015, di mana pada awal April 2015, pangsa kepemilikan asing tersebut mencapai 38,6 persen dan menurun menjadi 38,5 persen pada akhir bulan. Sedangkan awal Mei 2015, pangsa kepemilikan asing tersebut mencapai 38,7 persen dan menurun menjadi 38,4 persen. Secara umum, proporsi kepemilikan asing atas SBN tradable terhadap total pada Mei 2015.


Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.