Home » Tak Berkategori » Perkembangan Keuangan Pemerintah dan Fiskal 2015:IV

Perkembangan Keuangan Pemerintah dan Fiskal 2015:IV

1. Penyerapan Perimaan Pajak Hingga Desember 2015 Masih Rendah
Penerimaan pajak hingga Desember 2015 mencapai 83,0 persen. Realisasi penerimaan pajak mencapai IDR 1.235,8 triliun atau 83,0 persen dari target APBNP 2015 yang ditetapkan sebesar IDR 1.489,3 triliun. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya persentase penerimaan pajak masih lebih tinggi sebesar 92,0 persen atau IDR 1.146,9 triliun dari APBNP 2014 sebesar IDR 1.246,1 triliun. Perlambatan pertumbuhan ekonomi mempengaruhi penerimaan pajak, terutama pada sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan. Melemahnya nilai impor dan harga-harga komoditas seperti CPO dan komoditas pertambangan juga mempengaruhi lambatnya penerimaan pajak.

Penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) Desember 2015 juga mengalami perlambatan. Realisasi penerimaan negara bukan pajak hingga Desember 2015 hanya mencapai 93,8 persen atau IDR 252,4 persen dari target APBNP sebesar IDR 269,1 triliun. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya persentase penerimaan negara bukan pajak lebih tinggi sebesar 103,0 persen atau IDR 398,7 triliun dari target APBNP yang ditetapkan sebesar IDR 386,9 triliun. Menurunnya SDA Migas dan pertambangan minerba, karena turunnya harga komoditas batubara di pasar internasional mengakibatkan realisasasi PNBP rendah.

 

Tabel 1 Realisasi Belanja dan Penerimaan APBNP 2014–2015
Proporsi realisasi belanja dan pencapaian penerimaan APBN 2015 masih rendah
t1
*) = Angka sementara
Sumber: Kementerian Keuangan (2015)

 

Proporsi penerimaan negara dan belanja negara sementara hingga Desember 2015 masih rendah. Pada tahun 2015, realisasi penerimaan negara dan hibah APBNP 2015 sebesar IDR 1.491,5 triliun atau 84,7persen dari total target penerimaan negara APBNP 2015, lebih rendah dari APBNP 2014 sebesar IDR 1.550,6 atau 84,7 persen. Sedangkan, realisasi belanja negara turun menjadi 91,2 persen atau IDR 1.810,0 triliun lebih rendah dibandingkan dengan APBNP 2014 sebesar 91,2 persen atau IDR1.767,3 triliun. Penyerapan belanja negara yang lambat pada awal tahun akibat adanya perubahan nomenklatur kementerian/lembaga.

Realisasi Asumsi Makro sementara Desember disesuaikan dengan perkembangan perekonomian terkini. Asumsi pertama yaitu pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tumbuh 4,73 persen, lebih rendah dibandingkan asumsi APBNP 2015 sebesar 5,7 persen. Pertumbuhan tersebut berdasarkan realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan III-2015 sebesar 4,71 persen y-o-y dan adanya perkiraan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Asumsi kedua yaitu inflasi yang diperkirakan sebesar 3,1 persen, lebih rendah dibandingkan asumsi APBNP 2015 sebesar 5,0 persen. Rendahnya laju inflasi disebabkan pasokan barang kebutuhan pokok yang tersendat dan ekpektasi inflasi yang menurun. Asumsi ketiga yaitu rata-rata suku bunga SPN 3 bulan mencapai 5,97 persen lebih rendah dibandingkan asumsi APBNP 2015 sebesar 6,2 persen. Rendahnya tingkat suku bunga SPN disebabkan masih tingginya permintaan surat beharga negara, meskipun likuiditas relatif ketat. Asumsi keempat nilai tukar mencapai IDR 13.392/USD, melemah dibandingkan asumsi APBNP 2015 sebesar IDR 12.500/USD. Lemahnya nilai tukar disebabkan beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal, permintaan vals untuk pembayaran deviden dan utang sedangkan faktor eksternal, kenaikan suku bunga acuan Amerika dan depresiasi Yuan. Asumsi kelima yaitu rata-rata harga minyak mentah sebesar USD 50/barel, lebih rendah dibandingkan asumsi APBNP 2015 sebesar USD 60 barel. Rendahnya harga minya mentah dipengaruhi lemahnya permintaan global dan masih tinggi pasokan minyak mentah. Asumsi terkahir yaitu lifting minyak dan gas yang masing-masing sebesar 779 ribu barel per hari dan 1.195 ribu per barel lebih rendah dibandingkan asumsi APBNP 2015 sebesar 825 ribu barel per hari dan 1.221 ribu barel per hari.

 

Tabel 2 Perbandingan Asumsi Makro dalam APBNP 2015, RAPBN 2016 dan APBN 2016
Penyesuaian asumsi makro setelah disahkannya APBN 2016
t2
* = Angka sementara
Sumber: Kementerian Keuangan (2015)

 

Pemerintah dan DPR telah menyepakati besaran asumsi dasar makro pada APBN 2016. Beberapa asumsi makro mengalami perubahan dari usulan awal pemerintah. Asumsi pertama adalah pertumbuhan ekonomi yang disepakati sebesar 5,3 persen, lebih rendah dari usulan awal sebesar 5,5 persen. Angka tersebut masih jauh dibawah angka pertumbuhan ekonomi 2015 sebesar 5,7 persen, meski sampai kuartal ini pertumbuhan masih meleset dibawah target. Kondisi ekonomi global dan perkembangan terkini yang tidak seoptimis dengan perkiraana sebelumnya maka pertumbuhan ekonomi tidak begitu tinggi. Selain itu asumsi makro pada nilai tukar juga mengalami perubahan sebesar IDR 13.900/USD, lebih rendah dari usulan awal sebesar IDR 13.400/USD. Pelemahan nilai tukar dipengaruhi beberapa faktor eksternal seperti ketidakpastian dan besaran kenaikan suku bunga Amerika, Yuan yang terdepresiasi di tengah perekonomian Tiongkok yang masih lemah. Sementara itu, harga minyak mentah Indonesia (ICP) disepakati USD 50 per/barel, dikoreksi menjadi USD 60 per/barel.

 

Tabel 3 Ringkasan APBNP 2015, RAPBN 2016 dan APBN 2016 (IDR Triliun)
Postur anggaran RAPBN 2016 mengalami kenaikan
t3
*) = Angka sementara
Sumber: Kementerian Keuangan (2015)

 

Pendapatan dan belanja negara menurun pada APBN 2016. Target APBN 2016 pendapatan negara sebesar IDR 1.822,5 triliun, lebih rendah sebesar IDR 1.848,1 triliun dari target awal pada RAPBN 2016. Penurunan belanja negara berpengaruh terhadap turunnya pendapatan negara dalam negeri sebesar IDR 1.820,5 triliun, lebih rendah IDR 1.846,1 triliun dibandingkan target RAPBN 2016. Target belanja negara menurun sebesar IDR 2.0957,7 triliun, lebih rendah sebesar IDR 2.121,3 triliun dari target awal pada RAPBN 2016. Penurunan belanja negara berpegaruh pada penurunan belanja pemerintah pusat dan transfer dana ke desa. Belanja pemerintah pusat sebesar 1.325,6 triliun, lebih rendah dari target RAPBN 2016 sebesar IDR 1.339,1 triliun. Di sisi lain, transfer dana ke desa juga menurunkan targetnya sebesar IDR 770,2 triliun lebih rendah dari target RAPBN 2016 sebesar IDR 782,2 triliun. Adanya penurunan postur belanja dan pendapatan disebabkan antara lain perubahan beberapa penyesuaian asumsi makro seperti pertumbuhan ekonomi menjadi 5,3 persen yang sebelumnya 5,5 persen dan asumsi nilai tukar sebesar IDR 13.900 yang sebelumnya ditargetkan IDR 13.400. Sementara itu, defisit APBN 2016 sebesar 273,2 atau 2,2 persen terhadap PDB, dibandingkan dengan target awal tidak mengalami perubahan.

 

Gambar 1 Perkembangan Subsidi Energi 2014, APBNP 2015, RAPBN 2016 dan APBN 2016
Pemerintah memangkas subsidi energi pada APBN 2016
g7
Sumber: Kementerian Keuangan (2015)

 

Alokasi subsidi energi kembali dipangkas pada APBN 2016. Perkembangan subsidi energi 2014-2016 terus menurun dimana pemangkasan paling besar terjadi pada tahun 2015 IDR 137,8 triliun atau 10,7 persen terhadap belanja negara, lebih rendah dibandingkan tahun 2014 sebesar IDR 341,8 triliun atau 20,9 persen terhadap belanja negara. Penurunan subsidi akhirnya turun secara terus menerus hingga pada tahun 2016 target APBN 2016 sebesar IDR 102,1 triliun atau 8,7 persen terhadap belanja negara, lebih rendah dari target RAPBN 2016 sebesar IDR 121,0 triliun atau 9,5 persen terhahadap belanja negara. Pengurangan dana subsidi energi terutama ditujukan pada listrik. Alokasi listrik pada APBN 2016 sebesar IDR 38,4 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan RAPBN 2016 sebesar IDR 73,1 triliun. Pemerintah mengatakan bahwa pengurangan subsidi lisrik dalam rangka perubahan sistem menjadi tepat sasaran yaitu subsidi langsung. Rencana bentuk subsidi langsung akan menggunakan kartu pembayaran yang mirip dengan uang elektronik di kartu perbankan.

 

2. Utang Luar Negeri Indonesia Meningkat, Indikator Sustainibilitas Utang Memburuk, Persepsi Risiko SBN Meningkat, dan Harga SBN Menurun
Gambar 2 Utang Luar Negeri Indonesia (Juta USD), November 2010 – November 2015**
Utang luar negeri di sektor swasta mengalami penurunan sedangkan di sektor publik mengalami peningkatan
utang
Catatan: * = Sementara, ** = Sangat Sementara
Sumber: Bank Indonesia (2016)

 

Utang luar negeri Indonesia pada November 2015 sebesar USD 304.593 juta. Meningkat sebesar 0,16 persen m-t-m dan 3,14 persen y-o-y. Berdasarkan komponennya, utang luar negeri bank sentral sebesar USD 5.100 juta atau mengalami penurunan sebesar 0,25 persen dan 22,31 persen sebagai akibat kesengajaan SBI menekan penyerapan dana melalui instrumen SBI untuk menekan penyaluran kredit oleh perbankan. Sementara itu, utang luar negeri pemerintah sebesar sebesar USD 132.646 juta atau mengalami peningkatan sebesar 0,87 persen dan 0,39 persen. Hal yang berbeda terhadi pada utang luar negeri swasta sebesar USD 166.846 juta atau mengalami penurunan sebesar 0,39 persen m-t-m meski secara year on year mengalami peningkatan sebesar 3,32 persen. Penurunan utang di sektor swasta disebabkan karena menurunnya utang di sektor pertambangan yang merupakan sektor penyumbang terbesar ketiga terhadap total utang luar negeri swasta.

 

Gambar 3 Utang Luar Negeri Berdasarkan Jangka Waktunya, November 2010 – November 2015**
Utang luar negeri jangka panjang meningkat sementara utang luar negeri jangka pendek menurun
utang-jangkawaktu
Catatan: * = Sementara, ** = Sangat Sementara
Sumber: Bank Indonesia (2016)

 

Utang luar negeri jangka pendek Indonesia pada November 2015 sebesar USD 54.142 juta. Menurun sebesar 2,66 persen m-t-m dan 11,77 persen y-o-y. Berdasarkan komponennya, utang luar negeri jangka pendek pemerintah dan bank sentral sebesar USD 9.739 juta. Meningkat 2,78 persen dan menurun 13,52 persen. Sementara itu, utang luar negeri jangka pendek swasta sebesar USD 44.403 juta atau menurun sebesar 3,78 persen m-t-m dan 11,37 persen y-o-y. Pada November 2015, utang luar negeri swasta masih mendominasi sekitar 82,01 persen terhadap total utang jangka pendek. Persentase tersebut menurun dibandingkan dengan pangsa bulan sebelumnya.

Utang luar negeri jangka panjang Indonesia pada November 2015 sebesar USD 250.451 juta. Meningkat sebesar 1,01 persen m-t-m dan sebesar 6,80 persen y-o-y. Berdasarkan komponennya, utang luar negeri jangka panjang sektor swasta sebesar USD 122.443 juta. Meningkat sebesar 1,37 persen dan 10,07 persen dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun 2014. Utang luar negeri jangka panjang pemerintah dan bank sentral tercatat sebesar USD 128.007 juta atau mengalami peningkatan sebesar 0,67 persen m-t-m dan 4,42 y-o-y. Utang luar negeri jangka panjang pemerintah dan bank sentral mendominasi sekitar 51,11 persen terhadap total utang luar negeri jangka panjang. Menurun dibandingkan dengan pangsa bulan sebelumnya.

 

Gambar 4 Indikator Utang Luar Negeri Indonesia, kuartal III-2013 – kuartal III-2015**
DSR Tier 2, rasio utang terhadap ekspor dan PDB meningkat meski DSR Tier 1 mengalami penurunan
indikator-utang
Catatan:
DSR Tier 1 merupakan pembayaran pokok dan bunga atas utang jangka panjang dan pembayaran bunga atas utang jangka pendek
DSR Tier 2 meliputi pembayaran pokok dan bunga atas utang dalam rangka investasi langsung selain dari anak perusahaan di luar negeri, serta pinjaman dan utang dagang kepada non-afiliasi
* = Sementara, ** = Sangat Sementara
Sumber: Bank Indonesia (2016)

Secara umum indikator sustainabilitas utang luar negeri Indonesia memburuk. DSR Tier 1 mengalami penurunan sebesar 0,25 percentage point q-t-q. DSR Tier 2 mengalami peningkatan sebesar 7,52 percentage point. Rasio utang terhadap ekspor meningkat menjadi sebesar 3,07 percentage point. Rasio utang terhadap PDB mengalami peningkatan menjadi sebesar 0,93 percentage point q-t-q pada akhir tersebut. Beberapa variabel makro menjadi faktor penyebab memburuknya sustainibilitas utang luar negeri Indonesia seperti risiko melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar serta menurunnya pendapatan dari ekspor sebagai akibat melemahnya perekonomian negara-negara mitra dagang Indonesia dan menurunya harga komoditas.

 

Gambar 5 IBPA Effective Yield Index (EYI) dan Credit Default Swap (CDS) Tenor 5 tahun, Desember 2013 – Desember 2015
Rata-rata yield obligasi dan CDS bertenor 5 tahun Indonesia mengalami peningkatan
g20
Sumber: Bloomberg (2016)

 

Persepsi resiko terhadap obligasi Indonesia meningkat. Level yield IGB EYI meningkat sebesar 2,63 percentage point m-t-m dan 11,80 y-t-d. Yield obligasi 10 tahun meningkat sebesar 2,08 percentage point dan 13,59 percentage point. Dalam lingkup ASEAN, meski tidak sebesar volatilitas pada akhir September 2015, volatilitas yield obligasi local currency bertenor 10 tahun Indonesia pada Desember 2015 masih tergolong sangat volatile dibandingkan dengan beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura. Nilai CDS obligasi Indonesia selama kuartal III-2015 terjadi tren peningkatan hingga sebesar 229,92 bps pada Desember akhir 2015. Level EMBIG meningkat menjadi 453,442 bps pada akhir Desember 2015. Selama periode Oktober hingga Desember 2015, imbas dari faktor eksternal terlihat lebih dominan dibandingkan faktor internal. Meski nilai inflasi secara year on year cenderung menurun hingga mencapai 3,95 persen pada Desember 2015, keputusan FOMC untuk menaikkan FFR sangat berpengaruh terhadap tingkat yield serta volatilitas obligasi Indonesia.

 

Gambar 6 SBN Outstanding dan Kepemilikan Berdasarkan Entitas, Desember 2010 – Desember 2015
SBN outstanding Indonesia meningkat
utang-outstanding
sbn-asing
Sumber: CEIC, DJPPR, dan Bank Indonesia (2015)

 

SBN outstanding Indonesia pada akhir Desember 2015 sebesar IDR 2.409,94 triliun. Meningkat sebesar 3,67 m-t-m dan 24,78 y-o-y. SBN tradable tercatat sebesar IDR 2.120,69 triliun pada akhir Desember 2015. Mengalami peningkatan sebesar 3,73 persen dibandingkan dengan November 2015 dan sebesar 27,24 persen dibandingkan bulan yang sama di tahun 2014. Asing masih mendominasi kepemilikan SBN tradable sebesar 26,33 persen atau menurun dibandingkan November 2015. Kepemilikan asing atas SBN tradable pada akhir Desember 2015 sebesar IDR 558,5 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 1,82 persen dan 21,06 persen. Sementara entitas lainnya, yaitu Bank dan Institusi Pemerintah masing-masing sebesar IDR 350 triliun dan IDR 148 triliun. Jual beli SBN oleh Asing pada Oktober 2015 tercatat beli neto sebesar IDR 19,76 triliun. SBN nontradable pada akhir Desember 2015 sebesar IDR 289,25 triliun meningkat sebesar 3,22 persen m-t-m dan 9,29 persen y-o-y.

 

Gambar 7 Inter Dealer Market Agency (IDMA) Price Index, Desember 2010 – Desember 2015
IDMA index mengalami penurunan
g22
Sumber: Bloomberg (2015)

 

Harga obligasi Indonesia mengalami penurunan pada akhir Desember 2015. IDMA price index, mengalami penurunan sebesar 2,23 persen m-t-m dan 6,38 y-o-y. Meski harga obligasi mengalami penurunan, harga pada akhir kuartal IV-2015 tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga pada akhir kuartal III-2015 yang merupakan paling rendah selama 5 tahun terakhir. Harga obligasi yang tercermin dari level IGB CPI juga mengalami penurunan sebesar 1,50 bps dan 5,78 menjadi sebesar 108,49 bps. Secara keseluruhan, harga obligasi meningkat pada bulan Oktober 2015 sebagai imbas dari jual neto asing dan kemudian terus mengalami penurunan hingga akhir tahun 2015.


Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.