Home » Tak Berkategori » Perkembangan NPI dan Ekonomi Global 2015:III

Perkembangan NPI dan Ekonomi Global 2015:III

1. Neraca Pembayaran Indonesia Defisit
Gambar 1 Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal II-2012 – Kuartal II-2015 (USD Miliar)
Neraca Pembayaran Indonesia tidak lagi surplus
g31
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2015)

 

Setelah enam kuartal berturut-turut surplus, di kuartal II-2015 ini Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) defisit sebesar USD 2,93 miliar. Pada kuartal sebelumnya NPI masih surplus USD 1,30 miliar (tumbuh -324,47 persen q-t-q). Memburuknya kinerja NPI disebabkan merosotnya surplus Neraca Transaksi Modal dan Finansial di saat defisit Neraca Transaksi Berjalan naik. Demikian pula secara tahunan, kondisi NPI pada kuartal II-2015 masih jauh lebih baik. Ketika itu NPI tercatat surplus sebesar USD 4,30 miliar (tumbuh -168,08 persen y-o-y).

Defisit Neraca Transaksi Berjalan kuartal II-2015 meningkat. Sebelumnya sejak kuartal III-2014 tingkat defisit selalu mengecil. Di kuartal II-2015, defisit naik 9,26 persen q-t-q dari USD 4,10 miliar (1,92 persen PDB) menjadi USD 4,48 miliar (2,05 persen PDB). Naiknya defisit didorong oleh kenaikan defisit Neraca Jasa-Jasa dan Neraca Pendapatan Primer. Di satu sisi, surplus Neraca Barang memang naik namun sayangnya tidak sebesar gabungan kenaikan defisit pada neraca-neraca lainnya. Sebaliknya bila dilihat secara year on year kinerja Neraca Transaksi Berjalan justru lebih baik (defisit mengecil 53,31 persen). Defisit kuartal II-2014 mencapai 4,26 persen dari PDB atau setara dengan USD 9,59 miliar.

Surplus Neraca Transaksi Modal dan Finansial kembali turun pada kuartal II-2015. Surplus turun hingga 60,65 persen q-t-q menjadi hanya tersisa USD 2,48 miliar. Penurunan surplus terjadi karena adanya kombinasi kenaikan defisit Neraca Investasi Lainnya serta penurunan surplus Neraca Investasi Portofolio dan Neraca Derivatif Finansial. Nilai surplus kuartal II-2015 merupakan yang terendah sejak kuartal I-2013. Secara year on year nilainya merosot hingga USD 11,44 miliar (turun 82,15 persen) dari sebelumnya surplus USD 13,92 miliar di kuartal II-2014.

Gambar 2 Neraca Transaksi Berjalan Kuartal II-2012 – Kuartal II-2015 (USD Miliar)
Defisit Neraca Transaksi Berjalan meningkat
g32
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2015)

Kinerja Neraca Jasa-Jasa di kuartal II-2015 ini memburuk. Setelah sempat membaik pada kuartal I-2015, nilai defisit kembali membengkak dari USD 1,86 miliar menjadi USD 2,64 miliar. Defisit naik 42,42 persen q-t-q. Menurunnya pengeluaran turis asing di sektor pariwisata Indonesia, sekalipun jumlah turis asing meningkat sekitar 58.000 orang, menjadi penyebab utama naiknya defisit. Surplus Neraca Perjalanan kita anjlok dari USD 1,02 miliar di kuartal I-2015 menjadi hampir separuhnya yakni USD 0,59 miliar. Selain itu meningkatnya pengeluaran WNI yang berpergian ke luar negeri dengan maskapai asing turut memperburuk kinerja Neraca Jasa-Jasa. Namun demikian defisit kuartal II-2015 lebih kecil USD 0,18 miliar dibanding defisit kuartal II-2014. Defisit turun 6,56 persen y-o-y.

Defisit Neraca Pendapatan Primer kuartal II-2015 naik USD 0,64 miliar. Tingkat defisit kini tercatat sebesar USD 7,37 miliar, lebih besar dibandingkan defisit kuartal I-2014 yakni USD 6,72 miliar. Secara kuartalan defisit naik 9,59 persen q-t-q. Defisit meningkat karena naiknya pembayaran pendapatan atas instrumen ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar. Di samping itu tekanan juga datang dari Neraca Pendapatan Investasi Lainnya berupa peningkatan pembayaran bunga pinjaman luar negeri Indonesia. Total arus keluar yang terjadi pada kuartal II-2015 mencapai USD 0,87 miliar. Adapun ditinjau secara tahunan, defisit justru menyusut 6,91 persen. Sebelumnya di kuartal yang sama tahun 2014, defisit mendekati USD 8,00 miliar.
Neraca Barang kuartal II-2015 kembali mencetak surplus, meneruskan tren perbaikan kinerja sejak kuartal III-2014. Kali ini surplus perdagangan barang lebih tinggi daripada kuartal sebelumnya yang hanya tercatat sebesar USD 3,06 miliar (naik 34,46 persen q-t-q). Surplus melonjak karena besarnya kenaikan surplus Neraca Nonmigas lebih besar daripada kenaikan defisit Neraca Migas dan penurunan surplus Neraca Barang Lainnya. Ketiga neraca tersebut, secara berurutan, masing-masing membukukan saldo surplus USD 5,92 miliar; defisit USD 2,12 miliar; dan surplus USD 0,32 miliar di kuartal II-2015 ini. Secara year-on-year perbaikan kinerja Neraca Barang terlihat lebih masif, dari defisit USD 0,38 miliar menjadi surplus USD 4,12 miliar.

 

Gambar 3 Neraca Perdagangan Barang Kuartal II-2012 – Kuartal II-2015 (USD Miliar)
Surplus Neraca Perdagangan Barang terus meningkat
g33
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2015)

 

Sempat turun di kuartal I-2015, surplus Neraca Nonmigas meningkat lagi di kuartal II-2015. Surplus naik sebesar 50 persen dari USD 3,95 miliar menjadi USD 5,92 miliar. Lonjakan nilai ekspor di satu sisi dan turunnya nilai impor di sisi yang lain mendorong surplus Neraca Nonmigas naik. Ekspor nonmigas kuartal II-2015 meningkat sebesar USD 1,64 miliar sedangkan impornya turun USD 0,33 miliar. Kenaikan nilai ekspor nonmigas terbesar terjadi pada kelompok produk manufaktur (naik USD 1,70 miliar) seperti minyak sawit, produk logam dasar, dan karet olahan. Sebaliknya nilai ekspor kelompok produk pertambangan justru turun hingga USD 0,10 miliar karena jatuhnya nilai ekspor batu bara (turun 10,76 persen q-t-q). Dari sisi impor, nilai impor kelompok produk manufaktur turun sebesar USD 0,45 miliar. Penurunan terbesar dialami oleh komoditas logam dasar serta komoditas komputer dan bagiannya. Hal ini memperlihatkan permintaan industri domestik tengah melemah. Sejalan dengan kinerja kuartalan, kinerja Neraca Nonmigas secara tahunan juga membaik, ditunjukkan oleh pertumbuhan surplus year-on-year sebesar 139,21 persen.

Berlawanan dengan Neraca Nonmigas, kinerja Neraca Migas kuartal II-2015 justru memburuk. Defisit kuartal sebelumnya adalah sebesar USD 1,26 miliar, kemudian membesar menjadi USD 2,12 miliar pada kuartal II-2015. Defisit naik 68,54 persen q-t-q. Kenaikan defisit terutama disebabkan oleh naiknya nilai impor migas khususnya minyak bumi. Nilai impor minyak bumi meningkat dari USD 5,11 miliar menjadi USD 6,26 miliar (naik 22,56 persen q-t-q). Meskipun demikian ekspor minyak bumi juga naik sebesar USD 0,68 miliar menjadi USD 2,61 miliar dipicu oleh naiknya harga minyak dunia baik berupa minyak mentah maupun produk kilang. Secara persentase ekspor minyak Indonesia naik 35,48 persen q-t-q. Walaupun data kuartalan menunjukkan pemburukan, defisit Neraca Migas kuartal II-2015 masih lebih kecil dibanding kuartal II-2014 yang mencetak defisit sebesar USD 3,18 miliar. Defisit telah turun 33,37 persen y-o-y.

 

Gambar 4 Neraca Transaksi Modal dan Finansial Kuartal II-2012 – Kuartal II-2015 (USD Miliar)
Surplus Neraca Transaksi Modal dan Finansial kembali turun
g34
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2015)

 

Nilai surplus Neraca Investasi Portofolio kuartal II-2015 merosot sebesar USD 3,02 miliar dibanding kuartal sebelumnya. Surplus kini tercatat sebesar USD 5,77 miliar. Berkurangnya dana asing yang masuk ke pasar keuangan domestik menjadi penyebab terjadinya penurunan surplus. Berdasarkan sektornya, beli neto asing atas surat utang pemerintah berkurang drastis dari USD 7,07 miliar di kuartal I-2015 menjadi tersisa separuhnya yaitu USD 3,63 miliar. Adapun di sektor swasta, investor asing lebih banyak melakukan aktivitas jual saham domestik dibanding pembelian. Hal ini menyebabkan terjadinya jual neto sebesar USD 0,09 miliar atas saham domestik. Wacana kenaikan Fed Fund Rate (FFR) dan depresiasi rupiah membuat investor asing berjaga-jaga menanamkan modalnya ke Indonesia. Secara total dibandingkan kuartal I-2015, arus masuk dana asing ke Indonesia untuk intrumen investasi portofolio ini berkurang hingga USD 2,15 miliar.

Defisit Neraca Investasi Lainnya bertambah di kuartal II-2015 ini. Defisit naik dari USD 4,88 miliar (kuartal I-2015) menjadi USD 6,94 miliar (kuartal II-2015). Secara q-t-q, tingkat defisit membengkak sebesar 42,05 persen. Terjadinya pembengkakan defisit disebabkan berbagai perkembangan di sisi kewajiban. Yang pertama adalah adanya naiknya pembayaran pinjaman luar negeri pemerintah, dari USD 0,67 miliar ke USD 1,75 miliar (naik 162,39 persen q-t-q). Kedua, penarikan pinjaman luar negeri swasta turun sebesar USD 1,16 miliar. Ketiga, meningkatnya pembayaran utang luar negeri swasta sebesar USD 1,09 miliar. Dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu, kinerja Neraca Investasi Lainnya kuartal II-2015 benar-benar memburuk. Di kuartal II-2014 Neraca Investasi Lainnya mendapat surplus sebesar USD 2,11 miliar.

Surplus Neraca Investasi Langsung kuartal II-2015 tumbuh 57,18 persen q-t-q. Surplus naik dari USD 2,31 miliar di kuartal I-2015 menjadi USD 3,62 miliar. Penyebabnya adalah kenaikan arus masuk (sisi kewajiban) dan penurunan arus keluar (sisi aset) sepanjang kuartal II-2015. Arus masuk tercatat naik sebesar USD 0,99 miliar menjadi USD 6,75 miliar. Sedangkan arus keluar turun sebesar USD 0,33 miliar menjadi USD 3,63 miliar. Dari sisi aset baik instrumen modal ekuitas maupun utang mengalami penurunan defisit. Dari sisi kewajiban, hanya instrumen utang yang surplusnya bertambah yakni sebesar USD 1,33 miliar. Meskipun membaik secara kuartalan, year-on-year surplus Neraca Investasi Langsung Indonesia justru turun 2,27 persen.

 

2. Ekonomi Global
Tabel 1 Pertumbuhan Ekonomi Global Kuartal I-2014 – Kuartal II-2015 (% year on year)
Mayoritas perekonomian negara ASEAN tetap melambat
t6
Catatan:
Kawasan Uni Eropa mencakup 28 negara yaitu Belanda, Belgia, Italia, Jerman, Luksemburg, Perancis, Britania Raya, Denmark, Irlandia, Yunani, Portugal, Spanyol, Austria, Finlandia, Swedia, Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lituania, Malta, Polandia, Siprus, Slovenia, Slowakia, Bulgaria, Rumania, Kroasia.
Sumber: CEIC Generate (2015)

 

Di kuartal II-2015 pertumbuhan ekonomi di negara maju cenderung bergerak ke arah yang lebih baik. Ekonomi Jepang setelah empat kuartal terakhir mengalami resesi, akhirnya kembali tumbuh. Pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal II-2015 adalah 0,86 persen y-o-y, sebelumnya -0,84 persen. Demikian pula dengan Uni Eropa, ekonominya kian menunjukkan perbaikan. Hal ini ditunjukkan dengan berlanjutnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin naik pada kuartal II-2015 ini yaitu dari 1,68 persen (kuartal I-2015) menjadi 1,87 persen. Sebaliknya Amerika Serikat, meskipun trennya meningkat, di kuartal II-2015 ini pertumbuhan ekonominya turun menjadi 2,72 persen.

Mayoritas negara ASEAN 5 mengalami perlambatan ekonomi. Tingkat pertumbuhan ekonomi Malaysia kembali turun di bawah 5 persen yakni 4,95 persen y-o-y. Singapura juga untuk pertama kalinya sejak akhir tahun 2012 tumbuh di bawah 2 persen yaitu 1,80 persen. Di Thailand tren kenaikan pertumbuhan ekonomi sejak awal tahun 2014 akhirnya terhenti pada kuartal II-2015 ini. Ekonomi Thailand hanya tumbuh 2,81 persen. Penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi juga terjadi di Indonesia dan India. Masing-masing tumbuh 4,67 persen dan 7,04 persen y-o-y, lebih kecil daripada kuartal sebelumnya. Hanya Filipina yang pertumbuhan ekonominya naik meskipun tipis yaitu dari 5,20 persen ke 5,31 persen. Adapun Tiongkok, pertumbuhan ekonominya konstan di level 7,00 persen.

 

3. Perkembangan Harga Komoditas
Secara umum harga komoditas dunia mengalami penurunan. Komoditas yang mengalami peningkatan harga dari bulan Juli 2015 ke Agustus 2015 adalah besi, timah, dan kopi. Sedangkan September 2015, komoditas banyak mengalami kenaikan yang terjadi pada minyak mentah jenis WTI dan Brent, logam jenis tembaga, timah, dan besi, jenis bahan makanan jagung, gula, dan biji coklat. Devaluasi renminbi yang dilakukan Tiongkok terhadap dolar AS membuat harga impor barang ke Tiongkok menjadi lebih mahal. Konsekuensinya, permintaan terhadap barang-barang komoditas menjadi semakin lemah. Brazil sebagai pengekspor gula terbesar dunia juga mendapat manfaat dari pelemahan nilai tukarnya terhadap dolar AS.

El Nino kembali melanda dunia di tahun 2015. El Nino memberikan dampak yang berbeda di tiap belahan dunia. El Nino yang terjadi di Indonesia berdampak pada cuaca yang kering dan panas. Kekeringan dan udara panas memperparah kabut asap yang terjadi akibat kebakaran di Sumatera dan Kalimantan. El Nino mempengaruhi output produksi komoditas pertanian dunia. Diperkirakan, El Nino masih akan terjadi hingga akhir tahun 2015.

 

Gambar 5 Perkembangan Indeks Harga Komoditas, September 2013 – September 2015
Penurunan terjadi di semua indeks komoditas (metal, pertanian, dan minyak mentah)
g38
Sumber: International Monetary Fund, 2015

Gambar 6 Minyak Mentah dan Batu Bara, September 2010 – September 2015
Harga minyak mentah kembali turun, harga batu bara terus menurun
g39
Sumber: World Bank, 2015

 

Agustus 2015, harga minyak mentah baik WTI maupun Brent masih menurun terendah sejak 5 tahun terakhir. OPEC masih belum berhenti memompa yang menyebabkan harga minyak dunia kembali turun karena pasokan minyak mentah yang berlebihan. Harga minyak mentah dunia WTI pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 42,86 per barel, turun 16,22 persen dari Juli 2015, turun 9,96 persen dari awal tahun 2015. Sedangkan harga minyak mentah dunia Brent pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 46,99 per barel, turun 15,89 persen dari Juli 2015, turun 2,95 persen dari awal tahun 2015. September 2015, harga minyak mentah jenis WTI sebesar USD 45,48 per barel naik sebesar 6,11 persen dari Agustus 2015. Harga jenis Brent naik 0,51 persen dari Agustus 2015 menjadi USD 47.23 per barel.

Harga batu bara, pelan tapi pasti, menurun. Pasalnya, permintaan dari India—net importer batu bara—dan Tiongkok—konsumen terbesar komoditas dunia—melemah. Harga ini adalah yang terendah sejak satu dekade terakhir. Harga batu bara pun dipengaruhi oleh harga minyak dunia yang lebih murah. Harga batu bara pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 62,18 per metrik ton, turun 2,2 persen dari Juli 2015, turun 6,55 persen dari awal tahun 2015. September 2015, harga batu bara turun 6,67 persen dari Agustus 2015 menjadi USD 58.03 per metrik ton.

 

Gambar 7 Perkembangan Harga Tembaga, Timah, dan Nikel serta Besi, September 2010 – September 2015
Harga tembaga dan nikel menurun, timah dan besi mentah menggeliat naik
g40
Sumber: World Bank, 2015

 

Harga tembaga dan nikel masih mengalami penurunan mengikuti perekonomian Tiongkok yang kurang bergairah. Devaluasi yang dilakukan Tiongkok membuat harga metal impor relatif lebih mahal bagi Tiongkok, kemudian menurunkan jumlah permintaannya. Harga tembaga pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 5127,3 per metrik ton, turun 6,04 persen dari Juli 2015, turun 12,06 persen dari awal tahun 2015. Harga nikel menyentuh harga terendahnya sejak 6 tahun terakhir, setelah Tiongkok mendevaluasi renminbi terhadap dolar AS. Harga nikel pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 10.386 per metrik ton, turun 8,99 persen dari Juli 2015 dan turun 30,05 persen dari awal tahun 2015. September 2015, harga tembaga naik 1,75 persen menjadi USD 5.217,25 per metrik ton dari bulan sebelumnya. Sebaliknya, harga nikel masih menurun sebesar 4,32 persen menjadi USD 9.937,55 per metrik ton.

Kabar baik bagi timah, jumlah permintaannya mengalami peningkatan melebihi jumlah penawarannya yang diikuti oleh peningkatan harganya. Permintaan terutama datang bagi industri elektronik di Tiongkok yang menyerap pasokan timah dunia. Pasokan utama Timah datang dari Indonesia dan Myanmar. Harga timah pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 15.163,78 per metrik ton, naik 0,61 persen dari Juli 2015, turun 22,05 persen dari awal tahun 2015. September 2015, harga timah naik sebesar 1,91 persen menjadi USD 15.453,34 per metrik ton dari bulan sebelumnya.

Peningkatan harga besi mentah dipengaruhi oleh industri di Tiongkok. Tiongkok menempa besi mentah dengan jumlah yang hampir sama dengan yang ditempa dunia. Tetapi peningkatan harga ini diperkirakan akan segera menyentuh puncaknya. Karena kebijakan pemerintah Tiongkok yang melarang produksi besi berlebihan di area ibu kota. Ekspektasi peningkatan harga besi membuat pabrik pengolahan besi di area luar ibu kota memproduksi besar-besaran. Tampaknya impor besar-besaran besi mentah di bulan Juli turut meningkatkan harga besi mentah. Harga besi pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 55,38 per metrik ton, naik 7,53 persen dari Juli 2015, dan turun 17,82 persen dari awal tahun 2015. September 2015, harga besi mentah naik 1,89 persen menjadi USD 56,43 per metrik ton dari bulan sebelumnya.

 

Gambar 8 Perkembangan Jagung, Beras, dan Gandum, September 2010 – September 2015
Cuaca bagus, panen jagung dan gandum melimpah, beras dunia masih oversupply
g41
Sumber: World Bank, 2015

 

Penurunan harga jagung dipengaruhi oleh prediksi panen jagung yang besar pada musim panen berikutnya. Cuaca yang mendukung pertanian jagung membuat perkiraan panen meningkat. Harga jagung pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 162,74 per metrik ton, turun 9,38 persen dari Juli 2015, dan turun 6,85 persen dari awal tahun 2015. September 2015, harga jagung sedikit meningkat 2,01 persen menjadi USD 166,01 per metrik ton dari bulan sebelumnya.

Harga berasdunia kembali turun. Harga beras pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 375,71 per metrik ton, turun 3,10 persen dari Juli 2015, turun 8,29 persen dari awal tahun 2015. Penurunan ini mengikuti pasokan beras dunia yang masih berlebih dan permintaan beras yang makin menurun. Di Indonesia, konsumsi masyarakat Indonesia yang mulai mengurangi konsumsi beras beralih ke terigu di mana roti dan olahan terigu mulai meningkat proporsinya. September 2015, harga beras masih turun sebesar 4,51 persen menjadi USD 358,77 per metrik ton dari bulan sebelumnya.

Tak ketinggalan dengan jagung, harga gandum juga terpeleset turun karena cuaca yang sedang baik di ladang gandum AS menuju harga terendahnya sejak 5 tahun terakhir. Hal yang sama terjadi dengan produksi gandum di Inggris dan negara-negara penghasil gandum lainnya. Harga gandum pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 179,83 per metrik ton, turun 8,91 persen dari Juli 2015, dan turun 27,62 persen dari awal tahun 2015. September 2015, harga gandum turun 3,75 persen menjadi USD 173,09 per metrik ton dari bulan sebelumnya.

 

Gambar 9 Perkembangan Harga Minyak Kelapa Sawit, Kedelai, dan Gula, September 2010 – September 2015
Panen melimpah, harga gula dan kedelai turun
g42
Sumber: World Bank, 2015

 

Brazil dan India sebagai pengekspor gula terbesar pertama dan kedua dunia membanjiri dunia dengan pasokan gula yang berlimpah. Kurs real Brazil terdepresiasi terhadap dolar AS yang membuat harga gula dari Brazil lebih kompetitif di pasar gula dunia. India mengalami panen yang surplus. Akibatnya, harga gula dunia terseret turun. Menurut Wall Street Journal, konsumsi gula diprediksi meningkat dan jumlah permintaannya diprediksi akan melebihi pasokannya. Karena, cadangan gula dunia masih banyak, sehingga kenaikan harga belum terjadi. Surplus, menurut Telegraph, akan bertahan hingga tahun depan. Harga gula ini merupakan terendah sejak 7 tahun terakhir. Harga gula pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 10,67 sen per pon, turun 10,18 persen dari Juli 2015 dan turun 29,15 persen dari awal tahun 2015. Kenaikan harga gula terjadi pada September 2015 sebesar 13,77 persen menjadi USD 12,14 sen per pon dari bulan sebelumnya.

Produksi kedelai diprediksi USDA akan lebih besar dari perkiraan karena cuaca yang bagus di AS. Cadangan kedelai juga diperkirakan meningkat karena panen yang bagus. Hal ini membuat harga kedelai turun. Harga kedelai pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 347,02 per metrik ton, turun 6,80 persen dari Juli 2015, turun 5,57 persen dari awal tahun 2015. September 2015, harga kedelai masih turun sebesar 6,76 persen menjadi USD 323,55 per metrik ton dari bulan sebelumnya.
Minyak kelapa sawit turun sebesar 0,24 persen menjadi USD 483,49 per metrik ton dari bulan Agustus 2015. Harga bulan September ini merupakan harga terendah sejak 5 tahun terakhir. Manisnya minyak kelapa sawit menjadi isu yang kontroversial di Indonesia karena menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah baik bagi alam dan manusia. Sangat disayangkan karena industri ini tidak ramah lingkungan dengan membakar hutan.

 

Gambar 10 Perkembangan Harga Biji Kopi dan Biji Coklat, September 2010 – September 2015
Biji kopi Brazil menipis, permintaan biji coklat membaik
g43
Sumber: World Bank, 2015

 

Kopi yang diproduksi dari Brazil mengalami penurunan output, bisa jadi efek dari kekeringan tahun lalu. Penurunan output ini salah satunya dipengaruhi oleh biji kopi yang lebih kecil dari biasanya. Cadangan kopi juga mulai menipis yang mempengaruhi ekspektasi naiknya harga kopi di periode berikutnya. Harga kopi pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 158,78 sen per pon, naik 3,58 persen dari Juli 2015, turun 16,82 persen dari awal tahun 2015. September 2015, harga kopi turun sebesar 7,01 persen menjadi USD 147,65 sen per pon dari bulan sebelumnya.

Secara umum, harga biji coklat diprediksi akan meningkat karena jumlah permintaan dunia yang membaik dan ekspektasi defisit biji coklat. Dari sisi penawaran, kekeringan di Ghana dan Pantai Gading menghambat pasokan biji coklat. Hal ini menyebabkan tren positif dari harga biji coklat. Penurunan harga biji coklat pada Agustus 2015 ini lebih disebabkan karena permintaan yang sempat melemah. Harga biji coklat pada bulan Agustus 2015 sebesar USD 3154,02 per metrik ton, turun 5,17 persen dari Juli 2015 dan naik 8,18 persen dari awal tahun 2015. September 2015, harga biji coklat naik 3,94 persen menjadi USD 3.278,45 per metrik ton dari bulan sebelumnya.


Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.