A. Jumlah Uang Beredar
Secara umum, bank sentral mencatat adanya peningkatan dalam jumlah uang beredar M1 dan M2 menjadi IDR 836,51 triliun dan IDR 3.364,12 triliun pada April 2013. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, M1 dan M2 meningkat masing-masing sebesar 16% dan 15%.
Semakin banyak jumlah uang yang beredar maka nilai tukar Rupiah cenderung akan melemah dan harga-harga akan meningkat. Pertumbuhan jumlah uang beredar yang tinggi sering kali juga menjadi penyebab tingginya inflasi karena meningkatnya jumlah uang beredar akan menaikkan permintaan yang pada akhirnya jika tidak diikuti oleh pertumbuhan di sektor riil akan menyebabkan naiknya harga.
Gambar 4 : Jumlah Uang Beredar, Tahun 2009 – 2013* (dalam IDR Triliun)
Pada April 2013 M1 meningkat 16% dan M2 naik 15% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
Sumber : Bank Indonesia dan CEIC (2013)
B. Tingkat Inflasi
Laju inflasi Indonesia melambat pada Mei 2013, dipicu oleh turunnya beberapa harga komoditas. Berdasarkan data yang dirilis BPS, inflasi umum year on year pada Mei 2013 tercatat mencapai 5,47%, turun dibandingkan bulan Maret 2013 yang tercatat sebesar 5,57%. Perlambatan inflasi di bulan Mei 2013 tidak lepas dari kebijakan Kementrian Perdagangan melalui Peraturan Kementrian Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Holtikultura. Inti dari peraturan tersebut adalah melonggarkan batasan-batasan untuk beberapa impor produk pertanian, termasuk bawang putih karena terjadinya kelangkaan berbagai produk holtikultura. Selain itu, peraturan tersebut dicanangkan oleh Kementrian Perdagangan Indonesia setelah Amerika Serikat melaporkan kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) bahwa sistem perizinan impor di Indonesia rumit dan tidak jelas, sehingga mempengaruhi ekspor pertanian dan perkebunan Amerika. Sebagaimana diungkapkan oleh Duta Perdagangan Amerika Serikat (2013), “peraturan impor Indonesia telah melanggar kewajiban anggota WTO termasuk perjanjian dalam Tarif dan Perdagangan tahun 1994”.
Gambar 5: Tingkat Inflasi, Tahun 2009 – 2013* (YoY, dalam %)
Indonesia mencatat perlambatan inflasi tahunan setelah pemerintah melonggarkan batasan impor untuk beberapa produk pertanian.
Sumber : BPS dan CEIC (2013)
Sementara itu, inflasi inti dan bergejolak secara year on year pada Mei 2013 juga mengalami perlambatan masing-masing tercatat sebesar 3,99% dan 12,06% dibandingkan dengan posisinya pada bulan April 2013 yang mencapai 4,12% untuk inflasi inti serta 12,06% untuk bergejolak.
Jika dibandingkan dengan April 2013, inflasi umum pada Mei 2013 menunjukkan adanya deflasi, tercatat sebesar 0,03% atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen dari 138,64 pada April 2013 menjadi 138,60 pada Mei 2013. Deflasi terjadi karena adanya penurunan harga pada kelompok bahan makanan dan kelompok sandang, masing-masing tercatat tumbuh sebesar -0,83% dan -1,22% pada Mei 2013.
Gambar 6: Tingkat Inflasi Tahun 2009 – 2013* Menurut Kelompok Pengeluaran (MoM, dalam %)
Deflasi yang terjadi pada bulan Mei 2013 karena adanya penurunan harga pada kelompok bahan makanan dan sandang
Sumber : BPS dan CEIC (2013)
Meskipun saat ini laju inflasi mengalami penurunan, dampak dari kenaikan harga BBM harus diwaspadai jika jadi dinaikkan. Sebagaimana diprediksi Bank Indonesia, laju inflasi akan bergerak menjadi 7,76% jika BBM bersubsidi jadi naik. Rencananya, harga bensin premiun naik menjadi IDR 6.500/liter, sementara solar naik menjadi IDR 5.500/liter. Namun, hingga saat ini masih belum ada kepastian terkait respon apa yang akan diambil oleh bank sentral untuk meredam laju inflasi tersebut.
C. Tingkat Suku Bunga
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesiapada 13 Juni 2013 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan pada level 6%. Seiring keputusan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan BI ratesebesar 25 basis poin, Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) memutuskan ikut menaikkan tingat bunga penjaminan sebesar 25 bps untuk periode 15 Juni 2013 hingga 14 September 2013. Dengan demikian, tingkat bunga penjaminan untuk denominasi rupiah naik menjadi 5,75%. Keputusan LPS menaikkan tingkat penjaminan simpanan didasarkan pada kenaikan BI rate sebagai respons peningkatan ekspektasi inflasi serta untuk memelihara kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan.
Gambar 7: Perkembangan BI Rate, Suku Bunga SBI, Deposito, dan Penjaminan,
Tahun 2009 – 2013* (dalam % )
Mengikuti pergerakan BI rate, bunga penjaminan simpanan LPS juga naik sebagai respon peningkatan ekspektasi inflasi dan memelihara kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan.
Catatan : BI rate dan suku bunga penjaminan : Oktober 2009 – Juni 2013
SBI rate dan suku bunga deposito : Oktober 2009 – Mei 2013
Sumber : Bank Indonesia dan CEIC (2013)
Cadangan devisa Indonesia kembali menguat mencapai posisi USD 107,27 miliar pada April 2013, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya tercatat sebesar USD 104,80 miliar. Kenaikan cadangan devisa tersebut dipicu oleh penerbitan surat utang internasional (global bond) milik pemerintah pada bulan April 2013. Total penerbitan surat utang internasional tersebut adalah sebesar USD 3 miliar yang terbagi atas USD 1,5 miliar untuk tenor 10 tahun dengan kupon 3,34%, dan USD 1,5 miliar untuk tenor 30 tahun dengan kupon 4,63%.
Meskipun cadangan devisa kembali menguat pada April 2013, namun posisinya masih lebih rendah dibandingkan pada Agustus 2011. Saat itu cadangan devisa Indonesia mencapai USD 124,6miliar, rekor tertinggi sejak Indonesia merdeka. Namun pada akhir Mei 2013 kembali turun pada posisi USD 105,149 miliar.
Gambar 8 : Cadangan Devisa Indonesia Tahun 2009 – 2013* (dalam USD Miliar)
Peningkatan cadangan devisa hingga April 2013 ditopang oleh penerbitan obligasi valuta asing oleh pemerintah
Sumber : Bank Indonesia dan CEIC (2013)
Hingga Mei 2013, pergerakan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh faktor domestik dan eksternal. Dari sisi eksternal, tekanan terhadap rupiah berasal dari ketidakpastian kondisi ekonomi negara maju serta revisi pertumbuhan ekonomi dunia yang dilakukan IMF pada April 2013. IMF memprediksi ekonomi global akan tumbuh dengan rata-rata 3,3% pada tahun 2013, turun dari perkiran sebelumnya sebesar 3,5%. Bahkan Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan global untuk tahun 2013 dari 2,4% pada Januari 2013 menjadi 2,2% pada Juni 2013. Revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global itu mengindikasikan pemulihan ekonomi yang belum stabil.
Dari sisi domestik, sentimen negatif berasal dari meningkatnya harga pada Maret 2013 akibat tersendatnya pasokan bahan pangan dan ketidakpastian kebijakan BBM bersubsidi. Investor asing melihat ketidakpastian pemerintah Indonesia dalam menaikkan harga BBM, menyebabkan rupiah kehilangan daya saingnya. Pada akhir Mei 2013 nilai tukar rupiah secara point to point melemah sebesar 0,82% (mtm) mencapai IDR 9802 per USD.
Sementara itu, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di bulan Mei 2013 menunjukkan penguatan. Pada periode tersebut, IHSG bergerak di kisaran perdagangan di level 5068, meningkat dibandingkan awal tahun 2013 yang hanya mencapai level 4453, atau tumbuh sebesar 13,8%. Namun demikian, IHSG masih berpotensi melemah karena pasar masih diwarnai ketidakpastian akan penerapan kebijakan BBM subsidi.
Gambar 9 : Nilai Tukar dan Harga Saham, Tahun 2009 – 2013*
Ketidakpastian kenaikan harga BBM subsidi menjadi salah satu penyebab melemahnya nilai tukar Rupiah
Sumber :Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia dan CEIC (2013)