Home » Tak Berkategori » Perkembangan Keuangan Pemerintah dan Fiskal 2015:I

Perkembangan Keuangan Pemerintah dan Fiskal 2015:I

Keuangan Pemerintah Memangkas Subsidi secara Besar-besaran

Perkembangan Subsidi Energi APBNP 2014, APBN 2015 dan APBNP 2015
Pemerintah memangkas subsidi energi pada APBNP 2015
06-apbn-subsidi
Sumber: Kementerian Keuangan

 

Subsidi energi dipangkas pada APBNP 2015. Subsidi energi yang ditetapkan dalam APBNP 2015 menurun hingga IDR 206,9 triliun sehingga subsidi energi dalam APBNP 2015 sebesar IDR 137,8 triliun. Subsidi BBM diturunkan sebesar IDR 211,3 triliun menjadi IDR 64,7 triliun dari APBN-2015 sebesar IDR 276,2 triliun. Subsidi energi dipangkas karena perubahan subsidi BBM dan harga minyak dunia. Sejak awal tahun 2015, pemerintah menghapus subsidi BBM premium, menetapkan subsidi tetap (fixed subsidy) untuk solar maksimal IDR 1000 per liter di setiap level harga.

 

Realisasi Belanja Dan Penerimaan APBNP 2013–2014
Proporsi realisasi belanja dan pencapaian penerimaan APBN 2014 meningkat

Sumber: Kementerian Keuangan

 

Proporsi realisasi belanja dan penerimaan APBNP 2014 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan APBNP 2013. Pada tahun 2014, belanja negara turun menjadi 94,2% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 95,6%. Selain itu, persentase pencapaian realisasi penerimaan APBNP 2014 juga lebih rendah dibandingkan dengan APBNP 2013. Penerimaan APBNP 2014 mencapai 94,8% dari total target penerimaan negara dalam APBN 2014, lebih rendah dari APBNP 2013 sebesar 95,8%.

 

Perbandingan Asumsi Makro dalam Realisasi 2014, APBN 2015 dan APBNP 2015
Penyesuaian asumsi makro setelah disahkannya APBNP 2015
t03-apbn-asumsimakro
Sumber: Kementerian Keuangan

 

APBNP 2015 telah disahkan dan penyesuaian asumsi mengalami perubahan. Perbedaanasumsi pada APBNP 2015 dengan APBN 2015 dikarenakanadanyaperkembangan ekonomi terkini dari perekonomian global, domestik dan kebijakan yang dilakukan pemerintah yang perlu dilakukan penyesuaian. Pada pertumbuhan ekonomi menurun karena kondisi ekonomi global yang masih belum menunjukkan pemulihan yang cukup berarti memberikan risiko dampak terhadap kinerja perekonomian nasional. Risiko tekanan inflasi seperti gejolak nilai tukar dan tekanan akibat gangguan cuaca dan hambatan pada arus distribusi pada sisi harga komoditas sehingga asumsi inflasi naik. Nilai tukar yang melemah dikarenkan normalisasi kebijakan moneter oleh The Fed. Selanjutnya, pada minyak dunia juga menurun karena turunnya harga minyak dunia. Sementara itu lifting minyak bumi dan gas juga berpengaruh. Beberapa sumber mengatakan penyebab turunnya minyak dunia karena adanya penemuan sumber energi baru seperti shale oil di Amerika Serikat, serta adanya ketidaksepakatan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) untuk mengurangi kuota produksi minyaknya telah mendorong penurunan harga minyak dunia.

Realisasi APBNP 2014 relatif lebih rendah terhadap APBNP 2014. Rendahnya realisasi ditandai dengan realisasi pertumbuhan ekonomi 2014 sebesar 5,1% tercatat lebih rendah dari asumsi pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pada APBNP 2014 sebesar 5,5%. Penurunan disebabkan oleh turunnya kinerja ekspor yang sejalan dengan turunnya permintaan dunia dan turunnya harga komoditas di pasar internasional. Selain itu realisasi nilai tukar yang melemah lebih diakibatkan faktor eksternal seperti adanya penguatan dolar Amerika Serikat terhadap mata uang dunia sepanjang tahun 2014. Realisasi inflasi juga meleset jauh mencapai 8,36% dari asumsi dasarnya 5,3%. Tingginya inflasi lebih diakibatkan oleh dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada November 2014. Sementara itu kondisi likuiditas global dan ketidakpastian di sektor keuangan sehingga realisasi suku bunga SPN dibawah asumsi dalam APBNP 2014 sebesar 6,0%. Sementara itu, realisasi harga dan lifting minyak mentah masih dibawah target dari asumsi dasarnya 105 USD/barel dan 818 ribu barel per hari. Rendahnya realisasi tersebut dipengaruhi oleh penurunan harga minyak mentah dunia karena tingginya pasokan minyak mentah dunia. Dari tujuh asumsi makro yang ditargetkan hanya satu asumsi yang sesuai dengan realisasi yaitu lifting gas bumi.

 

Defisit Anggaran dalam APBNP 2014, APBN 2015 dan APBNP 2015 (IDR Triliun)
Revisi target defisit anggaran APBNP 2015 turun 1,90%
t04-apbn-defisit
Sumber: Kementerian Keuangan

 

Defisit anggaran tahun 2015 turun menjadi 1,90%. Pemerintah dan Badan Anggaran DPR menyepakati besaran defisit anggaran dalam APBNP 2015 diturunkan menjadi IDR 225,9 triliun (1,90% dari PDB) dari usulan anggaran sebelumnya sebesar IDR 245 triliun (2,21% dari PDB). Tahun 2015 ini pemerintah akan berusaha mengurangi defisit budget sekaligus defisit transaksi berjalan. Penurunan defisit transaksi berjalan sendiri, menurut Menkeu, sangat diperlukan sebagai upaya untuk mencegah dampak rencana kenaikan tingkat bunga oleh bank sentral Amerika Serikat.

 

Utang Luar Negeri Indonesia Masih Moderat ketika Minat Investor Asing Terhadap Surat Berharga di Indonesia Tinggi

Utang Luar Negeri Indonesia, Kuartal I-2010 – Kuartal I-2014
Utang luar negeri Indonesia menurun

Keterangan: * = Sementara ** = Sangat Sementara
Sumber: Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (2015)

 

Utang luar negeri Indonesia turun menjadi USD 293 miliar pada akhir kuartal IV-2014. Jumlah utang luar negeri tersebut turun sebesar 0,2% dibandingkan dengan akhir kuartal sebelumnya (September) yang mencapai USD 294 miliar. Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya tingkat utang luar negeri pemerintah dan bank sentral sebesar 2,41%. Hal yang berbeda terjadi pada utang luar negeri swasta yang mengalami peningkatan sebesar 1,57%. Secara year-on-year, utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal IV-2014 mengalami peningkatan sebesar 10% dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun 2013. Secara umum, utang luar negeri swasta serta pemerintah dan bank sentral dari tahun 2010-2014 menunjukkan tren yang meningkat. Dalam kurun 5 tahun terakhir utang luar negeri pemerintah tumbuh rata-rata sebesar 4% per tahun. Pertumbuhan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan utang luar negeri swasta yang mencapai 17% per tahun. Akumulasi utang luar negeri ini perlu diwaspadai karena nilai rupiah terus terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat sejalan dengan rencana liftoff Federal Fed Fund Rate (FFFR) pada tahun 2015.

Utang luar negeri Indonesia sebagian besar dalam bentuk dolar Amerika Serikat. Dari utang luar negeri sejumlah USD 294 miliar pada bulan Desember 2014 sejumlah USD 207 miliar dalam denominasi dolar. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir terus terkoreksi hingga mencapai angka IDR 12.440 pada akhir tahun 2014. Hal tersebut mengakibatkan kemampuan membayar utang luar negeri menjadi lebih berat. Jika menggunakan hitung-hitungan perkapita, dengan hanya menghitung jumlah utang luar negeri pemerintah saja, pada tahun 2010 utang perkapita Indonesia sebesar USD 450 dan pada tahun 2014 naik menjadi USD 490. Jika dikonversikan ke dalam rupiah maka pada tahun 2010 (USD 1 = IDR 8.991) tiap orang harus menanggung utang pemerintah sebesar sekitar IDR 4 juta dan pada tahun 2014 (USD 1 = IDR 12.440) meningkat menjadi sekitar IDR 6 juta.

 

Utang Luar Negeri Indonesia Berdasarkan Jangka Waktu (Remaining Maturity, Miliar USD), Kuartal I-2010 – Kuartal IV-2014
Utang luar negeri jangka pendek Indonesia meningkat
17-utang-jangkawaktu
Keterangan: * = Sementara ** = Sangat Sementara
Sumber: Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (2015)

 

Berdasarkan jangka waktunya, utang luar negeri jangka pendek Indonesia pada akhir kuartal IV-2014 mengalami peningkatan sebesar 1,03% (q-t-q) menjadi USD 58 miliar. Peningkatan total utang luar negeri jangka pendek tersebut disebabkan oleh peningkatan utang luar negeri jangka pendek swasta sebesar 6,7% menjadi sejumlah USD 45,82 miliar. Sementara utang luar negeri jangka pendek pemerintah dan bank sentral mengalami penurunan sebesar 19,07% menjadi sejumlah USD 9,6 miliar. Secara year-on-year, utang luar negeri jangka pendek Indonesia pada akhir kuartal IV-2014 mengalami kenaikan sebesar 3,69% dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun 2013. Pada kuartal IV-2013, utang luar negeri Indonesia dalam jangka pendek sejumlah USD 56 miliar. Jika dilihat secara keseluruhan, utang luar negeri jangka pendek didominasi oleh swasta yang mendominasi sekitar 83% dari total utang luar negeri jangka pendek. Utang luar negeri swasta jangka pendek juga memiliki pangsa yang cukup besar dari total utang luar negeri swasta yaitu sebesar 29%. Besarnya utang luar negeri jangka pendek swasta diakibatkan karena ketatnya kebijakan moneter di Indonesia sehingga pembiayaan dari dalam negeri relatif lebih mahal. Alasan tersebut diperkuat dengan menurunnya tingkat loan deposit ratio (ldr) bank komersial maupun BUMN pada kuartal IV-2014. Cukup besarnya utang luar negeri jangka pendek yang dilakukan oleh swasta perlu dicermati mengingat tren rupiah terhadap dolar Amerika Serikat cenderung terdepresiasi.

Utang luar negeri jangka panjang Indonesia pada akhir kuartal IV-2014 mencapai USD 233,7 miliar atau mengalami penurunan sebesar 0,93% (q-t-q). Penurunan utang luar negeri jangka panjang disebabkan karena utang luar negeri pemerintah dan bank sentral serta swasta pada kuartal terakhir tahun 2014 ini mengalami penurunan. Utang luar negeri jangka panjang pemerintah dan bank sentral mengalami penurunan sebesar 2,41% menjadi sejumlah USD 119,4 miliar. Sementara itu, utang luar negeri swasta mengalami penurunan sebesar 0,49% menjadi sejumlah USD 114,4 miliar. Penurunan utang luar negeri dalam jangka panjang swasta diduga disebabkan oleh adanya peraturan baru dari Bank Indonesia guna memitigasi risiko utang luar negeri yang dilakukan oleh swasta. Meski peraturan tersebut baru diterapkan mulai Januari 2015 namun keharusan memenuhi kriteria risiko lindung nilai dan rasio likuiditas masing-masing sebesar 20% dan 50% membuat swasta mulai mengurangi sumber pembiayaan yang berasal dari hutang luar negeri. Sementara itu, secara year-on-year, utang luar negeri jangka panjang Indonesia mengalami peningkatan sebesar 11,61%, di mana pada kuartal yang sama di tahun 2013 nilai utang luar negeri jangka panjang Indonesia hanya sejumlah USD 210 miliar.

 

Indikator Utang Luar Negeri Indonesia, 2010-2014 (%)
Debt service ratio dan rasio utang terhadap ekspor meningkat sedangkan terhadap rasio utang terhadap PDB mengalami penurunan
18-indikator-utang
Keterangan: * = Sementara ** = Sangat Sementara
Tier 2 = Pembayaran pokok dan bunga atas utang dalam rangka investasi
Sumber: Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (2015)

 

Debt service ratio dan rasio utang terhadap ekspor pada tahun 2014 mengalami peningkatan. Debt service ratio (DSR) Tier 2 pada tahun 2014 mencapai 46,23%. Jika mengacu pada Tier 2 yang berarti pembayaran pokok dan bunga atas utang dalam rangka investasi maka kemampuan membayar utang Indonesia pada tahun 2014 melemah. Melemahnya kemampuan membayar utang luar negeri Indonesia diakibatkan oleh peningkatan yang tidak sebanding antara jumlah utang dengan sumber devisa. Salah satu indikatornya adalah rasio utang luar negeri terhadap ekspor mengalami peningkatan yaitu sebesar 2 percentage point yaitu mencapai 130%. Hal tersebut menunjukkan bahwa utang luar negeri relatif lebih besar peningkatannya dibandingkan dengan ekspor. Sementara itu, rasio utang luar negeri terhadap PDB mengalami penurunan sebesar 1,3 percentage point menjadi sebesar 32,9% pada kuartal tersebut.

Kepemilikan asing terhadap Surat Berharga Negara (SBN) tradable pada Februari 2015 mencapai 40% dari total SBN tradable atau sebesar IDR 507 triliun. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 1,4% dibandingkan dengan Januari 2015 dan sebesar 10% dibandingkan dengan Desember 2014. Asing mulai mendominasi kepemilikan SBN tradable sejak Februari 2014 di mana sebelumnya sektor perbankan lebih mendominasi kepemilikan SBN tersebut. Besarnya kepemilikan SBN oleh asing diibaratkan seperti dua sisi mata pedang. Tingginya minat investor untuk memiliki SBN tentu menjadi salah satu peluang untuk mendapatkan dana besar untuk pembiayaan pembangunan yang produktif. Di sisi lain, ancaman capital outflow tentu sewaktu-waktu dapat menggoyahkan kondisi perekonomian Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada kepemilikan asing terhadap ekuitas yang mengalami peningkatan sebesar 4,6% (m-t-m) menjadi sejumlah IDR 1.970 triliun dan sebesar 7% dibandingkan dengan Desember 2014. Peningkatan tersebut menjadi indikasi yang positif di tengah pertunjukkan taktik kebijakan moneter yang berseberangan antara The Fed melakukan tappering off dengan European Central Bank (ECB), dan Bank of Japan (BoJ) yang melakukan quantitative easing. Kebijakan moneter tersebut membuat pasar keuangan di negara-negara berkembang khususnya Indonesia menjadi lebih volatile. Sementara itu, kepemilikan asing terhadap Sertifikat Bank Indonesia (SBI) mengalami penurunan sebesar 68,5% (m-t-m) menjadi sejumlah IDR 1 triliun pada Februari 2015.

 

Kepemilikan Asing atas Ekuitas dan Surat Berharga di Indonesia (Triliun IDR), Februari 2012- Februari 2015
Kepemilikan asing terhadap SBN dan Ekuitas mengalami peningkatan sedangkan terhadap SBI mengalami penurunan
19-utang-kepemilikan
Sumber: DJPU dan CEIC (2015)


Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.