Q1 2024 INDONESIA ECONOMIC REPORT
Gross Domestic Product
Indonesia’s economic growth is increasing massively amidst the weak global economy and financial market turmoil putting heavy pressure. In Q1 2024, the economy grew 5,11% (year on year). The main contributor to its growth was strong demand aggregate and budget support as a shock absorber decreasing unemployment rate (Cabinet Secretariat of Republic Indonesia 2024). During the first quarter of 2024, the provincial group in Java Island still showed its spatial influence in the Indonesian economy by recording a role of 57.70 percent despite experiencing a slowdown in growth of 4.84 percent compared to the first quarter of 2023 (year on year) (BPS 2024).
Menjawab Kekhawatiran Utang
Perbicangan mengenai kondisi perekonomian Indonesia semakin intensif seiring dengan bergulirnya pemilihan presiden April mendatang. Interaksi warga di jejaring sosial dan pemberitaan daring menguak tren kekhawatiran masyarakat tentang tingkat utang pemerintah Indonesia saat ini. Dalam rangka menjawab kekhawatiran tersebut, Menteri Keuangan menyatakan bahwa utang pemerintah dikelola dengan baik (Fauzan, 2019). Dikutip dari Kumparan, Direktur Strategi dan Portfolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Schneider Siahaan, mendukung pernyataan tersebut dengan menjelaskan strategi yang dijalankan, yaitu dengan melakukan pengaturan pemerataan utang berdasarkan waktu jatuh tempo (kumparanBISNIS, 2018). Namun, apakah kondisi utang pemerintah Indonesia benar-benar aman? Tulisan ini akan membahas perihal keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability) dan hubungannya dengan kondisi utang pemerintah secara serta menggunakan kerangka pikir yang berbasis teori untuk menilai kesehatan tingkat.
Pro Kontra Pembangunan Infrastruktur
Genap sudah memasuki tahun ketiga pemerintahan Jokowi-JK pada bulan Oktober lalu. Sorotan publik salah satunya tertuju pada mega proyek pembangunan infrastruktur yang secara serentak efektif dijalankan di berbagai daerah beberapa bulan lalu. Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memang menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai fokus utama untuk mendorong pemerataan dan mempersempit ketimpangan nasional. Tentu untuk mewujudkan agenda tersebut, memerlukan dana yang sangat besar.
Sejak awal menjabat, Presiden Jokowi melakukan gebrakan dengan memangkas subsidi BBM dalam rancangan anggarannya dan mengalokasikannya pada sektor produktif, terutama pada pos pembangunan infrastruktur (Gambar 1). Sedikit banyaknya, tindakan pemerintah ini menuai kritikan yang menganggap bahwa pemerintah terlalu besar memberikan ruang fiskal untuk pembangunan infrastruktur. Mereka yang berpendapat demikian, menganggap apabila tidak segera dilakukan pengetatan likuiditas mampu membawa ke arah krisis. Benarkah?