Shortfall Pajak, Defisit APBN, dan Petumbuhan Ekonomi ke Depan
Realisasi APBN-P 2015 akan menjadi salah satu indikator yang dapat mengatakan pemerintahan Jokowi-JK memiliki kemampuan untuk merencanakan sekaligus mengeksekusi anggaran atau tidak. Seperti diketahui, pemerintahan Jokowi-JK mengawali tahun 2015 dengan cara yang kurang mulus; yaitu mereka perlu mengubah APBN 2015 yang disusun oleh pemerintahan SBY-Boediono. Karena itu, APBN-P 2015 baru dapat disepakati pada 13 Februari 2015.
Sudah benar subsidi BBM dipangkas dan penghematannya dialokasikan ke belanja infrastruktur, transfer daerah, dan perlindungan sosial. Namun, target pajak yang naik 19,5 persen dari Rp1.246 triliun pada 2014 menjadi Rp1.489 triliun pada 2015—di tengah lesunya perekonomian—mencemaskan. Dengan target ini, belanja negara menjadi ambisius (Rp 1.984 triliun), meski lebih kecil dibandingkan APBN 2015.
Sudah Saatnya Menaikkan BI Rate?
Pelaku sektor keuangan cemas. Kecemasan ini tampak dari data transaksi valas di pasar spot maupun forward. Sejak 1 September hingga Jumat lalu (25/9), Rupiah di pasar spot terus melemah dari Rp14.075 ke Rp14.693 per dolar Amerika atau turun 4,39 persen. Sedangkan di pasar forward, Rupiah sudah turun Rp760 per dolar Amerika atau terdepresiasi sebesar 5,3 persen. Pasar memperkirakan Rupiah akan mencapai Rp14.930 hingga Rp14.945 dalam satu bulan ke depan, dan menembus Rp15.350 sebelum akhir tahun—seperti tampak dalam kontrak forward valas 3 bulan mendatang.
Reshuffle Kabinet
Pertumbuhan ekonomi kuartal II melambat ke 4,67% dibandingkan kuartal I-2015 4,7%. Inflasi masih saja tinggi. Terakhir, inflasi Juli 2015 mencapai 0,93%–sama seperti Juli tahun sebelumnya. Padahal tahun 2015 ini jelas-jelas harga semua komoditas dunia turun, mulai dari minyak, mineral dan bahan tambang, hingga pada komoditas pertanian. Gabungan dari pertumbuhan ekonomi yang melambat dan inflasi yang tinggi sudah pasti akan meningkatkan angka kemiskinan—yang entah kapan akan diumumkan oleh BPS. Kurs Rupiah melemah terhadap dollar Amerika. Terakhir, sudah melewati Rp13.500. Anggaran yang diharapkan dapat menjadi pengungkit pertumbuhan terserap rendah. Belanja modal misalnya, tidak lebih dari 10%-nya yang terserap hingga pertengahan Juni 2015.