Badan Pusat Statistik di Bulan Mei 2015 mempublikasikan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2015. Sayangnya bukan kabar baik yang kita terima. Perekonomian kita secara year-on-year (yoy) hanya tumbuh 4,7 persen, terendah dalam lima tahun terakhir. Pengeluaran pemerintah yang diharapkan menjadi motor penggerak perekonomian nyatanya hanya mampu tumbuh sebesar 2,2 persen. Nilai ekspor bersih memang meningkat pesat (35,1 persen yoy), tapi lebih karena disebabkan penurunan impor. Sedangkan pengeluaran rumah tangga dan investasi masing-masing tumbuh sebesar 5,0 persen dan 4,4 persen.
Namun Indonesia tidak sendirian, perlambatan ekonomi juga dialami oleh negara-negara lain, baik negara maju maupun berkembang. Ekonomi Tiongkok secara yoy tumbuh sebesar 7,0 persen di triwulan I-2015, melambat bila dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang mencapai 7,3 persen. Di kawasan ASEAN, selain Indonesia, hanya Filipina dan Malaysia yang mengalami perlambatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Filipina turun drastis dari 6,7 persen ke 5,3 persen. Sedangkan Malaysia turun tipis dari 5,7 persen menjadi 5,6 persen. Di luar ASEAN, selain Tiongkok, negara yang perekonomiannya melambat diantaranya adalah Australia (2,4 persen ke 2,3 persen) dan Korea Selatan (2,7 persen ke 2,4 persen).
Lantas bagaimana dengan kondisi perekonomian Indonesia di triwulan berikutnya? Bank Indonesia (BI) memprediksi ekonomi Indonesia secara yoy akan tumbuh sekitar 4,9 persen pada triwulan II-2015. Gubernur BI sendiri, Agus Martowardojo, mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2015 masih akan berada di bawah 5 persen mengingat realisasi belanja pemerintah belum begitu besar. Selaras dengan pendapat Gubernur BI, kepala ekonom Bank Rakyat Indonesia (BRI), Anggito Abimanyu, juga mengutarakan keraguannya terhadap rencana peningkatan belanja pemerintah pada triwulan II-2015, mengingat masih terbatasnya penerimaan pajak Indonesia saat ini.