GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI) kali ini masih menunjukkan kemerosotan pertumbuhan ekonomi Indonesia kedepan.
Gambar 20: GAMA LEI Indonesia Tahun 2001:Q1 – 2013:Q2
Grafik di atas menunjukan pergerakan siklus perekonomian Indonesia yang didekati dengan PDB harga konstan beserta GAMA LEI dari tahun 2000 hingga tahun kuartal II-2013. Pergerakan GAMA LEI mampu meramalkan pergerakan serta titik balik siklus perekonomian Indonesia dengan akurat pada beberapa bulan kedepan. Keakuratan peramalan GAMA LEI telah sukses memprediksi adanya penurunan kegiatan perekonomian Indonesia tiga kali berturut–turut yaitu pada kuartal IV-2012 hingga kuartal II-2013. Untuk edisi saat ini GAMA LEI yang dibentuk oleh Tim Macroeconomic Dashboard FEB UGM akan memprediksi pergerakan perekonomian Indonesia untuk kuartal III-2013.
Secara umum, pergerakan indikator-indikator makroekonomi pembentuk GAMA LEI mengalami penurunan kinerja di kuartal II-2013. Pergerakan IHSG, ekspor non migas, dan cadangan devisa mengalami kontraksi. Kurangnya kemampuan pemerintah dalam meredam adanya sinyal buruk pada beberapa indikator makro tersebut menyebabkan instabilitas perekonomian Indonesia saat ini semakin meningkat.
Dari sisi konsumsi, adanya kontraksi pada indikator penjualan mobil domestik dan konsumsi semen menunjukan gejala pelemahan permintaan masyarakat akan barang yang diproduksi dalam negeri. Hal ini dapat menjadi sinyalemen bagi pemerintah bahwa komponen konsumsi masyarakat sebagai penopang perekonomian Indonesia menurun daya dorongnya.
Dari sisi investasi, melemahnya realisasi investasi asing dan domestik menjadi tanda bahwa Indonesia kurang mampu menarik penanam modal untuk melakukan aktivitas ekonomi di Indonesia. Pelemahan kedua indikator tersebut disebabkan karena adanya koreksi beberapa kali terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia serta kebijakan pemerintah yang kurang solutif dalam menarik investasi ke dalam negeri.
Berdasarkan pemaparan di atas serta hasil peramalan dalam model GAMA LEI, perekonomian Indonesia pada kuartal III-2013 diprediksi masih mengalami perlambatan. Hal ini juga diperkuat dengan belum adanya titik balik pada model GAMA LEI yang menunjukan perubahan arah pergerakan ekonomi di waktu yang akan datang.
Konsensus Proyeksi Indikator Makroekonomi
Estimasi ini diperoleh berdasarkan survey yang dilakukan oleh tim Macroeconomic Dashboard dengan responden dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Survey ini memprediksi tiga indikator makro utama Indonesia yaitu: pertumbuhan, inflasi dan nilai tukar. Secara umum prediksi kondisi makroekonomi Indonesia masih tidak menggembirakan.
Pertumbuhan PDB riil (yoy) untuk kuartal III-2013 dan kuartal IV-2013 masing-masing 5,57% ± 0,28% dan 5,47% ± 0,31%. Sementara itu, prediksi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan memperhatikan kondisi terkini untuk tahun 2013 dan 2014 masing-masing sebesar 5,73% ± 0,16% dan 5,71% ± 0,29%.
Tabel 5 : Estimasi PDB (yoy, dalam %)
Sumber: Data primer, diolah (2013)
Selanjutnya, prediksi inflasi (yoy) untuk kuartal III-2013 dan kuartal IV-2013 masing-masing 8,46% ± 0,46% dan 8,44% ± 1,04%. Sedangkan untuk inflasi tahunan 2013 dan 2014 masing-masing sebesar 8,24% dan 7,43%.
Tabel 6 : Estimasi Inflasi (yoy, dalam %)
Sumber: Data primer, diolah (2013)
Terakhir, estimasi untuk nilai tukar rupiah terhadap dollar AS untuk kuartal III-2013 dan kuartal IV-2013 masing-masing sebesar IDR/USD 10.928,6 ± IDR/USD 534,5 dan IDR/USD 10.957,10 ± IDR/USD 957,2. Sedangkan untuk kurs di tahun 2013 dan 2014 masing-masing sebesar IDR/USD 10.714,3 ± IDR/USD 487,9 dan IDR/USD 10.728,6 ± IDR/USD 1.049,9.
Tabel 7 : Estimasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS (IDR per USD)
Sumber: Data primer, diolah (2013)
Economic Outlook
Berbagai indikator ekonomi seperti inflasi yang meningkat, nilai mata uang yang terdepresiasi signifikan, IHSG yang merosot, defisit transaksi berjalan yang meningkat, cadangan devisa yang merosot, serta laju pertumbuhan ekonomi yang menurun telah menimbulkan kekhawatiran akan masa depan ekonomi Indonesia. Apalagi ekonomi dunia diperkirakan akan melemah pertumbuhannya, bahkan ekonomi Cina dan India yang selama ini tumbuh pesat mengalami pelemahan yang signifikan. Merosotnya pertumbuhan ekonomi global dan kawasan yang disertai dengan volatilitas ekonomi makro yang meningkat di emerging economies seperti India dan Thailand telah membuat volatilitas pasar keuangan Indonesia meningkat. Apalagi kekhawatiran bahwa bank sentral Amerika Serikat akan mengurangi ekspansi moneternya telah membuat capital outflow dari emerging economies meningkat, termasuk Indonesia. Kondisi pasar keuangan Indonesia mengkhawatirkan karena cadangan devisa yang dibangun dari hot money sudah semakin terkikis, sementara itu debt service ratio jauh diatas 20 % yang dianggap aman. Demikian juga utang luar negeri swasta yang semakin besar jumlahnya ternyata sebagian besar adalah jangka pendek sehingga meningkatkan permintaan dolar karena banyak yang jatuh tempo. Padahal defisit transaksi berjalan terus meningkat, padahal FDI mulai menurun, membuat neraca pembayaran defisit. Sehingga nilai tukar rupiah terus menurun, demikian juga IHSG juga terus merosot, yang menimbulkan kepanikkan di pasar. Padahal kemerosotan nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan berlanjut karena utang swasta yang jatuh tempo cukup besar dalam setahun ini, serta capital outflow yang diperkirakan masih akan berlanjut karena kebijakan tapering bank sentral AS. Dengan demikian volatilitas pasar modal diperkirakan masih akan berlanjut dan inflasi masih akan meningkat sehingga daya beli masyarakat merosot. Padahal investasi akan melemah seiring dengan menghangatnya suhu politik mendekati Pemilu. Sehingga Gama Leading Economic Indicator meramalkan trend pemburukkan ekonomi Indonesia masih akan berlanjut. Ekonomi Indonesia dalam situasi kritis pada saat ini. Instabilitas ekonomi makro jika terus berlangsung bahkan meningkat, bisa menyeret ekonomi Indonesia masuk krisis lagi. Namun demikian jika otoritas ekonomi bisa segera menstabilkan ekonomi makro sehingga laju pertumbuhan ekonomi bisa meningkat lagi maka Indonesia bisa selamat. Oleh karena itu diharapkan otoritas ekonomi bisa mengambil kebijakan yang tepat dengan cepat untuk mengatasi instabilitas ekonomi makro yang terjadi.