Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa yang berlangsung secara terus menerus. Jika inflasi meningkat, hal tersebut menunjukan harga barang dan jasa di dalam negeri mengalami kenaikan. Metode yang dapat digunakan untuk mengukur inflasi yaitu melalui Indeks Harga Konsumen.
Indeks harga konsumen (IHK) adalah Indeks yang menghitung rata-rata perubahan harga dari suatu kelompok barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan harga (inflasi) atau tingkat penurunan harga (deflasi) dari barang dan jasa. Penentuan barang dan jasa dalam keranjang IHK dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pada Bulan Januari 2014, tahun dasar yang digunakan di dalam perhitungan IHK adalah tahun 2012 yang diperoleh dari SBH 2012. Berikut adalah rumus untuk menghitung indeks harga konsumen metode Modified Laspeyres (dijabarkan dibawah ini):
dengan keterangan sebagai berikut:
In : Indeks bulan ke-n
Pni : Harga jenis komoditi i pada bulan ke-n
P(n-1)i : Harga jenis komoditi I pada bulan ke-n-1
P(n-1)i . Q(0i) : Nilai konsumsi jenis komoditi i bulan ke n-1
P0i . Q0i : Nilai konsumsi jenis komoditi i pada tahun dasar
Setelah diketahui indeks harga konsumen (IHK) di bulan tersebut, inflasi dapat diketahui melalui perhitungan persentase perubahan IHK. Umumnya persentase perubahan tersebut dibagi dapat menjadi tiga, yaitu month-to-month (m-t-m), year-to-date (y-t-d) dan year-on-year (y-o-y). Inflasi m-t-m membandingkan nilai IHK pada bulan amatan dengan bulan sebelumnya (misal bulan amatan adalah bulan Januari maka bulan sebelumnya adalah Desember). Inflasi y-t-d membandingkan IHK pada akhir tahun amatan dengan titik tertentu dalam tahun yang telah berjalan. Adapun inflasi y-t-y membandingkan nilai IHK pada bulan amatan tertentu dengan IHK pada bulan yang sama pada tahun sebelumnya (sebagai contoh untuk menghitung inflasi year-on-year April 2017 maka IHK April 2017 dibandingkan dengan IHK April 2016). Formula untuk masing-masing metode penghitungan inflasi tertera di bawah (dengan keterangan A metode penghitungan inflasi m-t-m, B metode y-t-d dan C metode y-o-y.
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose – COICOP), yaitu Kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, dan tembakau, kelompok perumahan, kelompok sandang, kelompok kesehatan, kelompok pendidikan dan olah raga dan kelompok transportasi dan komunikasi.
Selain pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Tujuan dari Disagregasi inflasi tersebut adalah untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menunjukan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. Di Indonesia, disagegasi inflasi IHK tersebut dapat dikelompokan menjadi inflasi inti dan inflasi non-inti.
Adapun inflasi inti dapat didefinisikan sebagai komponen inflasi yang cenderung persisten di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental. Faktor-faktor tersebut antara lain interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal (nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang) dan ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen. Sedangkan inflasi non-inti adalah komponen inflasi yang cenderung memiliki volatilitas yang tinggi karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Adapun komponen dari inflasi non-inti adalah Inflasi Komponen Bergejolak (volatile food) dan Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (administered prices).
Inflasi komponen bergejolak dapat didefinisikan sebagai inflasi yang secara dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional. Sedangkan inflasi komponen harga diatur pemerintah dapat didefinisikan sebagai inflasi yang secara dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.