Pertumbuhan ekonomi Indonesia atas dasar berlaku meningkat dari IDR 1.975,5 triliun pada kuartal I 2012 menjadi IDR 2.146,4 triliun di kuartal I 2013. Sejalan dengan Produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku, PDB atas harga konstan 2000 juga mengalami peningkatan dari kuartal I 2012 sebesar IDR 633,2 triliun menjadi IDR 662,0 triliun pada kuartal I 2013.
Namun, sebagaimana telah diperkirakan oleh GAMA LEI, acuan yang dihasilkan Macroeconomic Dashboard untuk memprediksi keadaan ekonomi Indonesia di masa mendatang, laju pertumbuhan ekonomi kuartal I 2013 hanya mencapai 6,02%, lebih rendah dibandingkan dari periode yang sama tahun 2012 yang tercatat sebesar 6,29% ataupun dibandingkan dengan kuartal IV 2012 yang mencapai 6,1%. Ini sudah kedua kalinya GAMA LEI mampu memprediksi secara tepat mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat. Padahal saat itu pemerintah Indonesia memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia akan menguat. Bank Indonesia bahkan memprediksi perekonomian Indonesia akan tumbuh 6,2% pada kuartal I 2013 karena ditopang investasi dan konsumsi rumah tangga yang tetap kuat. Selain itu, GAMA LEI juga berhasil mematahkan prediksi Asian Development Bank yang menyatakan bahwa perekonomian Indonesia di tahun 2013 akan membaik dan tumbuh mencapai 6,4%. Kenyataannya, perekonomian Indonesia di kuartal I 2013 justru lebih rendah dari perkiraan para analis, sesuai dengan hasil penelitian GAMA LEI bahwa perekonomian Indonesia di awal tahun 2013 lebih buruk dari tahun sebelumnya.
Selanjutnya, dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2013 didorong oleh hampir semua sektor kecuali sektor Pertambangan dan Penggalian yang tumbuh sebesar -0,43% (YoY). Sementara itu, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi secara year on year pada kuartal I 2013 adalah sektor Pengangkutan dan Komunikasi (9,98%), diikuti sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan (8,35%), dan sektor Konstruksi (7,19%).
Gambar 1: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2005 – 2013* (YoY, dalam %)
Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2013 hanya mencapai 6,02%, tercatat paling rendah dalam tiga tahun terakhir.
Sumber : BPS dan CEIC (2013)
Dari sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2013 bersumber dari permintaan domestik yang menurun dan ekspor yang lemah. Konsumsi Rumah Tangga tumbuh melambat sejalan dengan menurunnya daya beli akibat inflasi bahan makanan dan meningkatnya ekspektasi inflasi terkait dengan ketidakpastian kebijakan subsidi bahan bakar minyak. Sementara Konsumsi Pemerintah tumbuh rendah di awal tahun karena masih terbatasnya serapan belanja, khususnya belanja barang. Di sisi lain, investasi cenderung melambat karena prospek permintaan domestik dan internasional yang lemah. Selain itu, investor diperkirakan mulai bersikap “wait and see” sejalan dengan mendekatnya Pemilu. Dengan melambatnya pertumbuhan investasi dan konsumsi, maka impor mengalami kontraksi. Secara year on year, sepanjang kuartal I 2013 Konsumsi Rumah Tangga tumbuh sebesar 5,17%, Konsumsi Pemerintah 0,42%, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 5,90%, Ekspor 3,39%, dan Impor -0,44% .
Ada beberapa alternatif kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2013. Salah satunya adalah mendorong percepatan penyerapan anggaran pemerintah yang selama ini masih hanya berkontribusi tipis terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah harus mampu menjaga consumer confidence dari masyarakat dengan menjaga daya beli masyarakat disertai inflasi yang rendah. Pemerintah juga perlu fokus dalam revitalisasi infrastruktur untuk meningkatkan investasi. Hal ini sangat mendesak untuk dilakukan karena investasi tidak semata-mata hanya berkaitan dengan masalah insentif namun juga berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai, kelembagaan yang mendukung, serta kondisi makro ekonomi yang baik.
Gambar 2 : Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Pengeluaran, Tahun 2005 – 2013* (YoY, dalam %)
Perlambatan PDB Kuartal I 2013 karena ada moderasi pada permintaan domestik dan investasi di tengah pemulihan ekspor yang masih terbatas
Sumber : BPS dan CEIC (2013)
Meskipun pertumbuhan ekonomi melamban, tingkat pengangguran terbuka (TPT) hingga Februari 2013 mencapai 5,92% atau turun dibandingkan TPT Agustus 2012 yang tercatat sebesar 6,14%. Begitu juga bila dibandingkan dengan TPT Februari 2012 yang tercatat mencapai 6,32%. Penurunan tersebut sebenarnya tidak terlalu besar, hanya 440 ribu orang, dari 7,61 juta orang pada Februari 2012 menjadi 7,17 juta pada Februari 2013. Apalagi jumlah penduduk setengah menganggur meningkat, tercatat sebesar 12,77 juta orang pada Agustus 2012 menjadi 13,56 juta orang pada Februari 2013.
Dari sisi jumlah angkatan kerja, sepanjang Februari 2012 hingga Februari 2013 tercatat peningkatan angkatan kerja di Indonesia sebesar 780 ribu orang, dimana pada Februari 2012 angkatan kerja tercatat sebesar 120,41 juta sedangkan di bulan Februari 2013 jumlahnya naik menjadi 121,19 juta orang. Meskipun jumlah angkatan kerja meningkat, dalam satu tahun terakhir (Februari 2012 hingga Februari 2013) terjadi penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 0,45%.
Gambar 3 : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran Indonesia, Febuari 2005 – Febuari 2013 (dalam %)
Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia menunjukkan perbaikan dalam hal jumlah angkatan kerja maupun penurunan tingkat pengangguran, meskipun jumlah penduduk setengah menganggur meningkat.
Sumber: BPS dan CEIC
Tingkat partisipasi angkata kerja pada Februari 2013 sebesar 69,2 % menurun tipis dibanding Februari 2012 sebesar 69,66%. Sementara bila dibandingkan dengan Agustus 2012 masih cenderung naik karena pada periode itu tingkat partisipasi angkatan kerja tercatat sebesar 67,88%.
Tabel 1 : Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Tahun 2011 – 2013* (dalam juta orang)
Hinggal Februari 2013, penyerapan tenaga kerja terbesar masih dikontribusikan oleh sektor Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan, dan sektor Industri .
Sumber : Berita Statistik BPS No 35/05/Th.XVI, 6 Mei 2013
Dilihat dari struktur lapangan pekerjaan hingga Februari 2013 belum ada perubahan yang signifikan, penyerapan tenaga kerja terbesar masih dikontribusikan dari sektor Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan, dan sektor Industri .
Jika dibandingkan dengan kondisi pada Februari 2012, jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2013 mengalami kenaikan terutama di sektor Perdagangan, tercatat naik sebesar 790 ribu orang (tumbuh sebesar 3,29%). Serupa dengan kondisi sektor Perdagangan, jumlah penduduk yang bekerja di sektor Konstruksi pada Februari 2013 juga mengalami peningkatan dibandingkan Februari tahun sebelumnya, tumbuh sebesar 12,95%. Penduduk yang bekerja di sektor Industri juga meningkat, dari 14,21 juta orang pada Februari 2012 menjadi 14,78 juta orang pada Februari 2013, atau tumbuh sebesar 4,01%. Sedangkan sektor-sektor yang mengalami penurunan pada Februari 2013 adalah sektor Pertanian dan sektor Lainnya yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 3,01% dan 5,73% dibandingkan Februari 2012.
Sejalan dengan menurunnya tingkat pengangguran di Indonesia, jumlah penduduk miskin turut berkurang. Berdasarkan data terbaru dari BPS, penduduk miskin di Indonesia pada September 2012 sebanyak 28,59 juta orang (11,66%), turun dibandingkan pada Febuari 2004 yang mencapai 36,1 juta orang (16,66%). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2012, maka selama satu semester berikutnya terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0,54 juta orang.
Namun demikian, perlu diingat bahwa garis kemiskinan yang dipakai pada September 2012 sebesar IDR 259.520 per kapita per bulan, naik sebesar 4,35% dibandingkan Maret 2012, jika dicermati secara kritis tidak mengindikasikan penduduk miskin berkurang. Sebagai ilustrasi, berdasarkan garis kemiskinan yang ditetapkan sebesar IDR 259.520 per bulan, berarti satu keluarga yang memiliki satu orang anak dengan penghasilan tunggal sebesar IDR 800.000 per bulan sudah tidak dikatakan miskin. Padahal, jelas terlihat bahwa kehidupan keluarga tersebut tentu sangat tidak layak.
Tabel 2 : Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, Tahun 2004 – 2012
Jumlah penduduk miskin di Indonesia telah menurun selama 5 tahun terakhir. Namun, kenaikan harga BBM bersubsidi dkhawatirkan akan menyebabkan jumlah penduduk miskin kembali “meroket”.
Tahun |
Penduduk Miskin di Indonesia |
|
(dalam juta orang) |
(dalam %) |
|
Feb – 04 |
36,1 |
16,66 |
Feb – 05 |
35,1 |
15,97 |
Mar – 06 |
39,3 |
17,75 |
Mar – 07 |
37,17 |
16,58 |
Mar – 08 |
34,96 |
15,42 |
Mar – 09 |
32,53 |
14,15 |
Mar – 10 |
31,02 |
13,33 |
Mar – 11 |
30,02 |
12,49 |
Sep – 11 |
29,89 |
12,36 |
Mar – 12 |
29,13 |
11,96 |
Sep – 12 |
28,59 |
11,66 |
Sumber : Berita Resmi Statistik BPS No.06/01/Th.XVI, 2 Januari 2013
Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2012 – September 2012, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan dan pedesaan sama-sama mengalami penurunan, masing-masing tercatat sebesar 0,14 juta orang (0,18%) dan 0,40 juta orang (0,42%). Jika jumlah pengangguran dan penduduk miskin turun, pendapatan per kapita Indonesia mengalami peningkatan dari USD 3.004,9 di tahun 2010 menjadi USD 3.596,27 di tahun 2012 (CEIC, 2013).
Namun demikian, kondisi ini tidak boleh membuat kita, khususnya pemerintah berpuas diri, apalagi kenaikan harga BBM bersubsidi akan diterapkan dalam waktu dekat. Hal ini tentu saja akan mendorong naiknya harga, termasuk harga kebutuhan pokok masyarakat, dan dikhawatirkan akan berimplikasi terhadap meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia. Meskipun saat ini pemerintah telah memiliki strategi untuk menekan bertambahnya angka kemiskinan di Indonesia akibat kenaikan harga BBM bersubsidi yang rencananya melalui berbagai paket kompensasi, antara lain bantuan langsung masyarakat miskin (BLSM), penyaluran beras bersubsidi (raskin), program keluarga harapan (PKH), serta beasiswa miskin (BSM). Paket bantuan ini ditujukan untuk melindungi masyarakat yang paling rentan terhadap dampak kenaikan harga BBM. Namun keefektifan paket kompensasi ini masih diragukan khalayak ramai. Kompensasi tersebut sering dianggap sebagai manuver partai politik yang kadernya menjabat di sejumlah Kementrian.
Tidak ada salahnya kita melihat kembali pengalaman Indonesia di masa lampau pada saat pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dari IDR 1.810/liter pada 1 Januari 2003 menjadi IDR 4.500/liter pada 1 Oktober 2005. Kebijakan tersebut berdampak terhadap daya beli masyarakat. Daya beli terpukul akibat kenaikan sejumlah harga yang dipicu oleh meningkatnya ongkos transportasi. Akibatnya, jumlah penduduk miskin Indonesia turut meningkat tercatat mencapai 39,3 juta orang (17,75%) pada Maret 2006 naik signifikan dibandingkan dengan periode Febuari 2005 yang hanya mencapai 35,1 juta orang (15,97%). Pada saat itu pemerintah juga telah menjalankan program Bantuan Tunai Langsung (BLT) untuk membantu rakyat miskin yang terkena imbas naiknya harga BBM. Namun, upaya tersebut belum memadai untuk mengatasi masalah kemiskinan secara menyeluruh.