1. Kontraksi pengeluaran pemerintah berdampak buruk pada perekonomian
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2014 melambat. Menurut data yang dilansir BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2014 hanya tercatat sebesar 5,12% (y-o-y). Angka tersebut jauh lebih rendah ketimbang pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,76% (y-o-y). Dalam beberapa kuartal terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang menunjukkan tren yang terus melambat, sehingga turut menyulitkan upaya pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun 2014 sebesar 5,5% (y-o-y). Hal ini menjadi tantangan yang berat bagi pemerintah mendatang.
Gambar 1: Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, 2012 – 2014 (y-o-y, dalam %)
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2014 menyentuh angka terendah selama 3 tahun terakhir
Catatan:
Sektor Primer: Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; dan Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor Industri: Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih; dan Sektor Konstruksi Sektor Jasa: Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan; dan Sektor Jasa-jasa
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Dari sisi lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2014 terutama disebabkan oleh penurunan kinerja sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami kontraksi sebesar -0,15% (y-o-y). Hal ini tidak lepas dari menurunnya ekspor batubara serta dampak dari pemberlakuan Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Sejak diberlakukannya UU Minerba pada 12 Januari 2014 lalu, sektor pertambangan dan penggalian terus mengalami kontraksi (pada kuartal I-2014, Sektor pertambangan dan penggalian juga mengalami kontraksi hingga mencapai -0,26% (y-o-y)). Meskipun begitu, Sektor primer (yang terdiri dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan dan sektor pertambangan dan penggalian) mampu tumbuh mencapai 2,13% (y-o-y) pada kuartal II-2014, lebih tinggi dibandingkan kuartal I-2014 yang hanya mencapai 1,93% (y-o-y).
Pertumbuhan sektor primer tersebut ditopang oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan yang tumbuh lebih tinggi pada kuartal II-2014 hingga mencapai 3,39% (y-o-y). Hal ini terkait dengan masa panen raya yang berlangsung pada bulan April hingga bulan Juni 2014. Selanjutnya, pertumbuhan sektor industri dan sektor jasa pun turut menurun meskipun perlambatan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Pada kuartal II-2014, pertumbuhan sektor industri dan sektor jasa masing-masing mencatatkan nilai sebesar 5,37% (y-o-y) dan 6,19% (y-o-y), melambat jika dibandingkan dengan kuartal I-2014 di mana sektor industri dan sektor jasa yang dapat tumbuh masing-masing mencapai 5,44% (y-o-y) dan 6,44% (y-o-y).
Gambar 2: Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Pengeluaran, Tahun 2012 – 2014 (y-o-y, dalam %)
Kontraksi konsumsi pemerintah serta melambatnya konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2014 menunjukkan Pemilu belum signifikan dorong pertumbuhan ekonomi
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Sementara itu, pada sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan pada kuartal II-2014 terjadi pada hampir semua sektor. Menurut data BPS, pertumbuhan ekonomi kuartal II-2014 ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh stabil (4,84%, y-o-y), salah satunya disebabkan oleh pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) yang ikut tercermin dari tumbuhnya industri kertas (6,70%, y-o-y), makanan (11,27%, y-o-y), dan minuman (2,96%, y-o-y) pada kuartal II-2014. Namun kontribusi Pemilu tersebut tidak terlalu signifikan, mengingat angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2014 tidak setinggi kuartal I-2014 yang mencapai 5,41% (y-o-y).
Selanjutnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2014 juga disebabkan oleh konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi sebesar -0,71% (y-o-y). Hal ini terkait dengan penangguhan penyaluran dana Bantuan Sosial (Bansos) yang diimbau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada April 2014 hingga Pemilu usai serta penghematan belanja kementerian dan lembaga. Selain itu, sektor yang juga ikut mengalami penurunan kinerja pada kuartal II-2014 adalah ekspor neto. Meskipun impor mencatatkan nilai kontraksi hingga mencapai -5,02% (y-o-y) pada kuartal II-2014, tekanan pada kinerja ekspor neto tetap terjadi terutama disebabkan oleh kontraksi pada ekspor yang mencapai -1,04% (y-o-y). Sementara itu, Pemilihan Presiden (Pilpres) ikut memberikan dampak pada investasi di mana para investor masih mencari aman dan melakukan wait and see, sehingga pertumbuhan investasi juga ikut mengalami perlambatan pada kuartal II-2014 menjadi 4,53% (y-o-y) dari kuartal I-2014 yang mencapai 5,41% (y-o-y).
2. Penurunan tingkat kemiskinan belum dibarengi turunnya tingkat disparitas antardaerah
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2014 turun tipis jika dibandingkan dengan September 2013. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2014 mencapai 28,28 juta orang atau sebesar 11,25% dari total jumlah penduduk. Berdasarkan data yang dilansir BPS, sejumlah faktor terkait dengan penurunan jumlah penduduk miskin pada Maret 2014 antara lain tekanan inflasi yang cenderung rendah, harga eceran beberapa komoditas bahan pokok yang menurun—seperti daging ayam ras, gula pasir, cabai merah dan telur ayam ras—serta perbaikan penghasilan petani di mana terdapat kenaikan upah buruh tani sebesar 4,52 % selama periode September 2013 hingga Maret 2014.
Meskipun begitu, disparitas antarprovinsi masih kian tinggi. Menurut publikasi BPS, secara berurutan, jumlah persentase penduduk miskin terbesar ada di Pulau Maluku dan Papua (23,15%), Bali dan Nusa Tenggara (14,42%), Sulawesi (11,71%), Sumatera (11,21%), Jawa (10,83%) dan Kalimantan (6,57%). Tidak hanya itu, sebagian besar penduduk miskin juga masih terkonsentrasi di pedesaan. Tercatat, jumlah penduduk miskin pada Maret 2014 di daerah perdesaan sebanyak 17,77 juta orang sementara di daerah perkotaan hanya 10,51 juta orang.
Tabel 5: Perkembangan Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia 2011 – 2014
Angka kemiskinan di Indonesia membaik
Sumber: BPS dan CEIC (2014)