Home » Tak Berkategori » Indikator Krisis 2015:IV

Indikator Krisis 2015:IV

1. Apresiasi Nilai Tukar Rupiah dan Meningkatnya Devisa Melemahkan EMPI
Gambar 1 Indeks Tekanan Pasar Valuta Asing, Desember 2000 – Desember 2015
Tekanan di pasar valuta asing membesar pada Desember 2015
EMPI
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016), diolah

 

Exchange Market Pressure Index merupakan indikator yang menggambarkan kondisi terkini tekanan pada pasar valuta asing (valas). Indeks ini disusun dari komposit tiga variabel yaitu nilai tukar rupiah terhadap USD, cadangan devisa, dan suku bunga JIBOR. Semua data dalam frekuensi bulanan dan telah dinormalisasi menggunakan metode yang diterapkan oleh Kaminsky, Lizondo, dan Reinhart (1998, 1999). Nilai indeks berada pada rentang skala 0 – 100, semakin mendekati 100 semakin besar tekanan yang diterima oleh pasar valas. Adapun sebaliknya semakin mendekati 0, maka semakin kecil tekanan yang diterima oleh pasar valas.

Nilai EMPI pada Desember 2015 naik menjadi 39,91 nilai skala, sedangkan di bulan sebelumnya sebesar 48,22 nilai skala. Hal ini menunjukkan kondisi pasar valas kita kian tertekan oleh depresiasi nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah Desember 2015 adalah sebesar 13.795 per USD, menguat sekitar 0,35 persen dibanding November 2015. Senada dengan cadangan devisa yang juga ikut meningkat dari 100,24 miliar USD menjadi 105,93 miliar USD. Dengan demikian sejak awal tahun 2015, nilai EMPI telah turun hingga 3,76 nilai skala. Namun kondisi ini masih cukup normal karena belum menembus ambang batas pertama yaitu sebesar 68,44 nilai skala.

 

2. Penurunan NPL dan Kenaikan CAR Menyebabkan Melemahkan BPI
Gambar 2 Indeks Tekanan Perbankan Indonesia Formula EMPI, 2012–2015
Tekanan terhadap perbankan Indonesia menurun pada November 2015
BPI-EMPI
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016)

 

Banking Pressure Index (BPI) adalah indikator yang menunjukkan tekanan yang terjadi di sektor perbankan. BPI dihitung dengan memperhitungkan tiga indikator di sektor perbankan, yakni Capital Adequacy Ratio (CAR), Non-Performing Loan (NPL), dan Liquidity Assets Ratio (LAR). Seluruh data yang digunakan memiliki frekuensi bulanan dan diolah dengan menggunakan dua macam formula, yaitu formula yang mengacu pada perhitungan Exchange Market Pressure Index (EMPI) dan formula yang mengacu pada perhitungan Financial Stability Index (FSI). Nilai indeks berada pada rentang 0 – 100, yang berarti bahwa semakin dekat nilai indeks ke angka 0 semakin besar tekanan yang terjadi di sektor perbankan, vice versa.

Per November 2015, angka BPI formula EMPI dan BPI formula FSI mengalami peningkatan (membaik) bila dibandingkan dengan Oktober 2015. BPI formula EMPI bernilai 40,68 sementara BPI formula FSI bernilai 61,36 pada September 2015. Ini berarti, nilai kedua indeks BPI semakin besar dan semakin menjauhi kedua ambang batas yang masing-masing bernilai 4,13 dan -20,18 (untuk BPI formula EMPI) dan -11,53 dan -38,69 (untuk BPI formula FSI). Hal tersebut mengindikasikan bahwa tekanan yang terjadi di sektor perbankan Indonesia mengalami penurunan. Menurunnya tekanan itu didorong oleh penurunan persentase kredit macet (NPL) dari 2,676 persen menjadi 2,658 persen selama periode Oktober– November 2015. Di sisi lain, kekuatan permodalan perbankan Indonesia juga mengalami peningkatan selama satu bulan terakhir. Hal itu ditunjukkan dengan kenaikan rasio kecukupan modal (CAR) dari 21,045 persen pada Oktober 2015 menjadi 21,333 persen pada November 2015.

 

Gambar 3 Indeks Tekanan Perbankan Indonesia Formula FSI, 2012–2015 (0-100)
Tekanan terhadap perbankan Indonesia menurun pada November 2015
BPI-FSI
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016)


Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.