Home » Id » Perkembangan Terkini » Referendum Italia dan Dampaknya

Referendum Italia dan Dampaknya

Sejauh ini tahun 2016 merupakan tahun yang menguntungkan bagi para populis. Keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa (Brexit) dan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat menjadi bukti nyata bangkitnya gerakan populis. Awal Desember, kembali kita dikejutkan oleh para populis lewat referendum amandemen konstitusi Italia. Referendum ini kemudian menjadi penting karena implikasinya terhadap perekonomian global.

Sekilas Tentang Referendum

Matteo Renzi, yang waktu itu menjabat sebagai Perdana Menteri (PM) Italia, hendak melakukan amandemen terhadap konstitusi Italia. Poin utama yang hendak diubah oleh Renzi adalah mengurangi kekuasaan legislatif Italia (senat) dan memperkuat kekuasaan eksekutif (Perdana Menteri)—konstitusi Italia pasca perang dunia kedua dirancang untuk mengurangi kekuasaan eksekutif yang bertujuan mencegah Italia jatuh kedalam kediktatoran di masa depan. Harapan Renzi dengan disahkannya amandemen ini, PM dapat lebih mudah menetapkan kebijakan.

Referendum yang dilakukan pada 4 Desember tersebut bertujuan untuk menentukan pilihan publik Italia terhadap amandemen yang diusulkan oleh Renzi. Opsi “Ya” berarti setuju terhadap usulan amandemen dan opsi “Tidak” vice versa. Renzi sendiri mempertaruhkan jabatannya terhadap referendum ini. Apabila publik menolak ide referendum maka Renzi akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai PM. Renzi kalah telak, 60 persen dari pemilih menolak usulan amandemen.

Kondisi Perekonomian Italia

Saat ini kondisi perbankan di Italia sedang memburuk. Perlambatan pertumbuhan ekonomi—gambar 1 menunjukkan trend pertumbuhan Italia dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa—membuat debitur sulit mengembalikan pinjamannya. Implikasinya jumlah impaired loan berkategori bad debt pada kuartal II-2016 berada pada 9,87 persen dari total loan—gambar 2 menunjukkan bahwa terdapat trend peningkatan rasio bad loans di Italia. Hal ini kemudian membuat beberapa bank di Italia berada dalam kondisi yang berbahaya. Salah satunya adalah bank tertua di Italia dan dunia, Banca Monte dei Paschi di Siena—bank terbesar ketiga di Italia. Penilaian dari Bank Sentral Eropa (European Central Bank atau ECB) menunjukkan bahwa  Monte dei Paschi di Siena merupakan salah satu bank yang rentan di Eropa akibat besarnya jumlah bad debt yang ditanggungnya.

 

recent-development-1

Gambar 1

Sumber: CEIC (2016), diolah

recent-development-2

Gambar 2

Sumber: CEIC (2016), diolah

Pemerintahan Renzi berniat untuk memberi suntikan dana (bail out) terhadap bank-bank yang mengalami kesulitan modal. Akan tetapi kebijakan UE melarang pemerintah untuk memberikan bail out selama para investor belum turut serta dalam menanggung kerugian—tujuannya agar investor lebih berhati-hati dalam menginvestasikan dananya, sehingga memperkecil moral hazard.

Kondisi ini juga diperparah dengan buruknya kondisi perekonomian riil di Italia. Rendahnya penerimaan pemerintah akibat perlambatan ekonomi, serta relatif besarnya pengeluaran bantuan sosial (sebesar 39,67 persen dari total pengeluaran pemerintah pada Juni 2016) oleh pemerintah berkontribusi terhadap peningkatan utang pemerintah Italia. Per kuartal III-2016 utang pemerintah Italia berada pada level € 6,7 trilliun atau 161,8 persen dari PDB Italia. Hal ini tentu saja membuat pemerintah Italia makin kesulitan apabila diperlukan melakukan intervensi pada sektor perbankan di Italia. Selain itu tingginya tingkat pengangguran (11,6 persen) membuat pemerintah makin sulit untuk mengurangi pengeluaran bantuan sosial.

Referendum, Krisis dan Quitaly

Mundurnya Renzi dari jabatan PM Italia ditakutkan akan membawa distabilitas politik di Italia—pasca mundurnya Renzi partai oposisi Five Star Movement; yang menolak amandemen, menyerukan agar pemilu segera diselenggarakan. Ketidakstabilan politik ini dikhawatirkan akan memperlambat proses penyelamatan bank-bank di Italia. Hal ini juga dikhawatirkan membuat pemerintah Italia tidak dapat merespon dengan cepat apabila terjadi gangguan pada perekonomian. Gabungan antara distabilitas politik dan kondisi perekonomian yang melemah dikhawatirkan akan memicu krisis di Italia, yang berpotensi menyebar ke negara-negara UE lainnya—Italia merupakan perekonomian terbesar ketiga diantara negara-negara UE.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, salah satu partai oposisi Five Star Movement menyerukan agar pemilu diadakan secepatnya. Pasca-referendum, Five Star Movement—yang menolak ususlan referendum—meuncul sebagai partai yang mendapat dukungan besar dari public Italia. Five Star Movement merupakan salah satu partai yang skeptis terhadap UE (euroscepticism). Apabila partai ini memenangkan pemilu, maka dikhawatirkan Italia akan memulai proses keluar dari UE (Quitaly)—perlu proses panjang bagi negara anggota untuk dapat keluar dari UE, baik proses internal (Italia) maupun proses eksternal (negara-negara EU lainnya). Walaupun quitaly masih merupaakan hal yang simpang siur, namun proses keluarnya Italia dari UE mampu untuk membawa ketidakstabilan baik bagi kesatuan negara-negara UE maupun perekonomian negara-negara UE—bahkan dunia.


Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.