Tekanan Kembali Muncul dari Eropa dan Jepang
Setelah awal tahun ini diguncang pelemahan saham Tiongkok, pasar saham global kembali tertekan. Kondisi pasar saham di berbagai belahan dunia mengalami penurunan, beberapa di antaranya bahkan anjlok hingga lebih dari 5 persen. Penyebab utamanya masih sama, pelemahan ekonomi global karena sumbangan ekonomi Tiongkok yang menurun dan juga antisipasi terhadap kenaikan Federal Funds Rate (FFR) pada tahun 2016. Namun, kali ini ada dua faktor yang menambah runyam: rendahnya harga minyak dan stabilitas pasar keuangan Eropa dan Jepang yang diragukan.
Senja Kala Industri Batu Bara Indonesia
Indonesia terpukul dengan anjloknya harga batu bara di pasar global. Setelah mencapai puncaknya pada tahun 2011, harga acuan batu bara Indonesia turun dari USD 127,05 per ton ke USD 54,43 per ton. Kinerja industri batu bara Indonesia menjadi terganggu. Bagaimana mungkin?
Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar kelima di Dunia setelah Tiongkok, AS, India, dan Australia. Terhadap PDB, kontribusi sektor pertambangan batu bara dan lignit sebesar 1,93 persen pada kuartal III-2015. Penurunan harga membuat laju pertumbuhan sektor ini terus melambat bahkan tumbuh negatif saat ini yakni -2,22 persen year on year (y-o-y), dibandingkan dengan pertumbuhan yoy kuartal IV-2011 yang sangat fantastis 33,73 persen.
Renminbi sebagai Special Drawing Rights
Pada akhir November 2015, Dewan Eksekutif IMF memutuskan mata uang renminbi (RMB) disertakan sebagai mata uang Special Drawing Rights (SDR). Renminbi akan menjadi bagian dari SDR bersama-sama dengan dolar AS, euro, yen dan pound sterling. Kebijakan ini akan berlaku secara efektif per 1 Oktober 2016. Dengan masuknya renminbi menjadi bagian dalam SDR, Dewan Eksekutif IMF kembali melakukan review terhadap SDR untuk menentukan berapa bobot tiap-tiap mata uang. Bobot dolar AS, euro, yen, pound sterling, dan renminbi secara berurutan adalah 41,7 persen, 30,9 persen, 8,4 persen, 8,1 persen, dan 10,9 persen.