Bangkitnya Momok Inflasi
Banyak yang tak menduga pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2015 turun menjadi 4,72 persen, terlebih ketika harapan masyarakat terhadap era kepemimpinan Presiden Jokowi amat tinggi. Angka tersebut merupakan angka terendah sejak kuartal III-2009. Buat Pemerintah hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan karena dapat menjatuhkan kepercayaan publik. Oleh karena itu pekerjaan rumah ke depannya adalah menaikkan angka pertumbuhan ekonomi, setidaknya kembali ke level 5-6 persen.
Namun Pemerintah masih menghadapi sejumlah tantangan dalam menghadapi perlambatan ekonomi. Salah satunya adalah tingkat inflasi tinggi. Sejak tahun 2010 hingga Mei 2015, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tidak pernah berada di bawah tiga persen. Terakhir adalah di bulan Desember 2009 sebesar 2,78 persen year on year. Setelah itu inflasi konsisten berkisar pada 3,5-8 persen. Inflasi kini diam-diam menjadi momok bagi usaha pemerintah untuk keluar dari malaise ekonomi.
Inflasi dan Penanggulangan Kemiskinan
Pada awal Juli 2015 minggu lalu, Badan Pusat Statistik merilis angka inflasi bulan Juni 2015 sebesar 0,54 persen. Angka ini sedikit lebih tinggi dari angka inflasi bulan Juni 2014 yang sebesar 0,43, namun lebih rendah dari inflasi bulan yang sama tahun 2010-2013. Angka inflasi tahun kalendar Januari-Juni di tahun 2015 (0,96 persen) ini juga yang terendah dibandingkan dengan 5 tahun terakhir. Namun inflasi year-on-year Juni 2015 cenderung meningkat (7,26 persen) dibandingkan dengan inflasi YoY pada bulan-bulan sebelumnya di tahun 2015 ini.
Belum Saatnya Melonggarkan Likuiditas
Pada tanggal 2 Februari 2015 Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pada bulan Januari 2015 terjadi deflasi sebesar -0,24%. Selang beberapa hari kemudian BPS mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal IV-2014, yaitu sebesar 5,01%. Bila dihitung secara tahunan, pertumbuhan ekonomi tahun 2014 hanya sebesar 5,02%—paling rendah sejak tahun 2010. Melihat gabungan antara deflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi, sebagian ekonom kemudian mengatakan bahwa sudah saatnya suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI Rate diturunkan. Apakah benar demikian?