Home » Id » Pojok Edukasi » Mengenal Istilah HS, SITC, CIF, FOB

Mengenal Istilah HS, SITC, CIF, FOB

Pada saat sedang membaca laporan neraca pembayaran atau laporan yang terkait dengan transaksi berjalan, kita seringkali menemukan istilah HS, SITC, CIF dan FOB. Apakah sebenarnya arti serta perbedaan dari masing-masing istilah tersebut ? mari kita bahas satu per satu:

Harmonized System (HS)

Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih dikenal dengan nama Harmonized System (HS) adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis untuk mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya. HS disusun pada tahun 1986 oleh sebuah kelompok studi dari Customs Cooperation Council (sekarang dikenal dengan nama World Customs Organization). Saat ini, HS menjadi metode pengklasifikasian produk yang diterima secara internasional di semua negara, termasuk Indonesia. Pada laporan neraca pembayaran Indonesia, ekspor komoditas nonmigas utama digolongkan menurut HS.

HS mengklasifikasikan barang dengan merinci kategori tiap produk secara tepat dan sistematis. HS mempunyai enam digit angka untuk penggolongan, masing-masing negara yang ikut menandatangani konvensi HS atau contracting Party dapat mengembangkan penggolongan enam digit angka tersebut menjadi lebih spesifik sesuai dengan kebijakan pemerintah masing-masing namun, tetap berdasarkan ketentuan HS enam digit. Di Indonesia, sistem penggolongan HS menggunakan sistem penomoran 10 digit dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI).

Misalkan kode HS 0101.11.xx.xx yang diambil dari BTBMI (10 digit)

01  01  11  xx  xx

__ Bab (Chapter) 1

_____ Pos (Heading) 01. 01

________ Sub-pos (Sub-heading) 0101. 11

___________ Sub-pos ASEAN, ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN)

______________ Pos Tarif Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI)

 

Bab di mana suatu barang diklasifikasikan ditunjukkan melalui dua digit angka pertama, contoh di atas menunjukkan bahwa barang tersebut diklasifikasikan pada Bab 1. Dua digit angka berikutnya atau empat digit angka pertama menunjukkan heading atau pos pada bab yang dimaksud sebelumnya, contoh ini menunjukkan barang tersebut diklasifikasikan pada pos 01.0.1 Enam digit angka pertama menunjukkan sub-heading atau sub-pos pada setiap pos dan bab yang dimaksud. Pada contoh di atas, barang tersebut diklasifikasikan pada sub-pos 0101.11 Delapan digit angka pertama adalah pos yang berasal dari teks AHTN. Sepuluh digit angka tersebut menunjukkan pos tarif nasional yang diambil dari BTBMI, pos tarif ini menunjukkan besarnya pembebanan (BM, PPN, PPnBM atau Cukai) serta ada tidaknya peraturan tata niaganya

Langkah-langkah Interpretasi kode HS:

  1. Identifikasi barang yang akan diklasifikasikan, caranya adalah dengan mengetahui spesifikasi barang, dengan identifikasi ini kita dapat memilih bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut
  2. Perhatikan penjelasan yang terdapat dalam catatan bagian atau catatan Bab terkait barang yang sudah diklasifikasikan. Jika terdapat catatan yang menjelaskan barang dari bab atau bagian yang dipilih, perhatikan pada bagian atau bab apa barang tersebut diklasifikasikan. Dengan catatan ini maka kita dapat mengetahui barang tersebut diklasifikasikan di bab atau bagian lainnya.
  3. Setelah bagian atau Bab telah sesuai dengan spesfikasi barang, maka selanjutnya adalah mengidentifikasi pos yang mungkin mencakup barang tersebut lebih spesifik. Di sini kita akan menentukan sub-pos (6-digit), sub-pos AHTN (8-digit) dan pos tarif (10-digit) jika ingin menetahui pembebanan barang yang akan masuk ke Indonesia.

 

Standard International Trade Classification (SITC)

Standard International Trade Classification (SITC) adalah sistem penggolongan produk yang dikembangkan pada tahun 1962 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). SITC dibuat dengan tujuan untuk mengklasifikasikan produk yang diperdagangkan tidak hanya didasarkan atas sifat material dan fisik produk tetapi, juga sesuai dengan tahap pengolahan serta fungsi ekonomi produk tersebut dalam rangka memfasilitasi analisis ekonomi. Perbedaan utama antara SITC dan HS yakni SITC lebih terfokus pada fungsi ekonomi produk pada berbagai tahap pengolahan sedangkan, HS lebih terfokus pada rincian kategori setiap produk secara tepat dan sistematis.

Penggolongan produk menurut SITC mencerminkan:

  1. Bahan produksi
  2. Tahap pengolahan produk
  3. Penggunaan produk pada pasar
  4. Pentingnya produk dalam perdagangan dunia
  5. Perubahan teknologi

Pada laporan neraca pembayaran Indonesia, ekspor nonmigas menurut kelompok barang dan impor komoditas nonmigas utama digolongkan menurut SITC.

FOB

Free On Board atau Freight On Board (FOB) adalah salah satu metode pembebanan biaya pengiriman barang. Jika menerapkan metode FOB, maka eksportir hanya memiliki kewajiban untuk membayar biaya pengiriman barang sampai pada port atau pelabuhan terdekat dari gudangnya. Artinya, biaya ditanggung oleh importir saat barang sudah berada di atas kapal. Pada laporan neraca pembayaran Indonesia, metode pembebanan biaya pengiriman yang menggunakan FOB adalah impor minyak dan ekspor gas .

Contoh ilustrasi:

Perusahaan A menjual biji kedelai kepada perusahaan B seharga 950 USD/bu Artinya, perusahaan B memang hanya membeli biji kedelai seharga 950 USD (dikali total bushel yang dibeli), tapi biaya pengiriman di atas lautnya menjadi tanggung jawab perusahaan B.

CIF

Cost, Insurance and Freight (CIF) juga merupakan salah satu metode pembebanan biaya pengiriman barang. Jika menerapkan metode CIF, maka eksportir memiliki kewajiban untuk menanggung biaya pengiriman dan premi asuransi sampai barang tersebut tiba pada port atau pelabuhan terdekat importir. Pada laporan neraca pembayaran Indonesia, biaya pengiriman yang menggunakan metode CIF adalah impor nonmigas menurut kelompok barang dan negara asal utama serta impor komoditas nonmigas utama.

Contoh ilustrasi:

Perusahaan A menjual biji kedelai kepada perusahaan B seharga 1100 USD/bu. Artinya, perusahaan B memang membeli dengan harga yang lebih mahal dibanding contoh sebelumnya. Akan tetapi uang yang harus dikeluarkan perusahaan B untuk membeli produk tersebut bisa saja sama atau bahkan lebih sedikit dibandingkan dengan contoh sebelumnya. Karena biaya premi asuransi sudah ditanggung oleh perusahaan A.


Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.