Data Historis Inflasi
Bulan suci Ramadhan dan tekanan inflasi merupakan dua hal yang sering kali tidak dapat dipisahkan. Grafik 1 menunjukkan peningkatan inflasi yang selalu terjadi pada bulan puasa dan satu bulan sebelumnya (t-1)—kecuali pada tahun 2014. Komponen harga diatur pemerintah dan harga bergejolak menjadi motor utama yang mendorong inflasi pada bulan puasa. Bahan makanan (termasuk tembakau), sandang serta energi merupakan jenis barang yang umumnya menyumbangkan tekanan inflasi tertinggi—lihat tabel 1.
Sumber: CEIC (2017) *Bulan Puasa **t-1 Bulan Puasa
Tekanan Inflasi yang Meningkat
Pada April 2017, inflasi umum tercatat sebesar 4,17 persen—lebih tinggi 0,56 pp m-t-m. Besaran inflasi pada April 2017 ini dapat dikategorikan tinggi, sebagai benchmark rata-rata inflasi selama tahun 2016 yakni 3,53 persen. Selain itu inflasi pada bulan yang sama pada tahun 2016 tercatat hanya sebesar 3,33 persen. Lonjakan pada harga diatur pemerintah menjadi penyebab utama meningkatnya tekanan inflasi pada April 2017 (lihat gambar 1). Harga diatur pemerintah meningkat 9.52 pp dibandingkan periode yang sama pda tahun 2016. Meningkatnya harga diatur pemerintah disebabkan oleh penurunan subsidi yang diberikan pemerintah yang bertujuan untuk menjaga besaran defisit—salah satunya lewat penurunan subsidi listrik.
Implikasi Kebijakan
Idealnya, pengendalian harga dapat dicapai lewat ketersediaan komoditas. Apabila permintaan meningkat dan penawaran juga meningkat dengan derajat yang sama maka harga tidak berubah. Peran pemerintah sangat penting dalam hal ini, memastikan ketersediaan barang lewat lembaga seperti Bulog dan Kementrian Pertanian (melalui operasi pasar). Pemberian subsidi dinilai kurang tepat, walaupun subsidi nantinya akan menurunkan harga-harga diatur oleh pemerintah namun hal ini akan menambah beban pengeluaran negara. Kenaikan inflasi pada April 2017 ini masih jauh dari overheating, sehingga peningkatan suku bunga oleh bank sentral dirasa belum perlu.