Home » Tak Berkategori » Perkembangan Keuangan Pemerintah dan Fiskal 2014:III

Perkembangan Keuangan Pemerintah dan Fiskal 2014:III

1. Keuangan Pemerintah masih terus tergerus subsidi
Laporan terbaru realisasi anggaran Kementerian Keuangan menunjukkan, sepanjang kuartal II Januari-Juni 2014, realisasi penyaluran subsidi BBM mencapai IDR 100,7 triliun (43,9% dari pagu anggaran APBNP 2014), melonjak tajam dibanding realisasi periode kuartal I-2014 yang hanya IDR 20,0 triliun. Selain itu pemerintah dan DPR menyepakati bahwa volume kuota BBM bersubsidi dikurangi dari 48 juta kiloliter (kl) menjadi 46 juta kl. Risiko yang harus diterima pemerintah adalah ruang fiskal untuk program pembangunan lainnya menipis. Apabila tidak ada perubahan dalam skema subsidi BBM, maka dikhawatirkan anggaran BBM bersubsidi tidak akan bisa memenuhi kebutuhan BBM sampai akhir tahun.
Penurunan pertumbuhan ekonomi mempengaruhi penerimaan pajak. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun pada kuartal II-2014 sebesar 5,12% (y-o-y), lebih rendah dari asumsi APBNP 2014 sebesar 5,5%, sehingga berdampak pada turunnya penerimaan pajak.

Tabel 1: Penerimaan Perpajakan dalam Negeri 2013-2014 (IDR miliar)
Target Penerimaan Pajak dari hasil pengesahan APBNP 2014 mengalami penurunan

Sumber: Kementerian keuangan 2014

Dari total penerimaan APBNP 2014, target penerimaan perpajakan turun IDR 34,3 miliar dari target APBN 2014. Penerimaan pajak dalam negeri ditargetkan mencapai IDR 1.226,2 miliar mengalami penurunan pada APBNP 2014 mencapai IDR 1.189,6 miliar. Penurunan target ini dikarenakan realisasi penerimaan perpajakan tahun 2013 yang tidak mencapai target juga menyebabkan basis perhitungan untuk penerimaaan perpajakan tahun 2014 menjadi lebih rendah, sehingga penerimaan perpajakan dalam APBNP 2014 menjadi lebih rendah. Di sisi lain, penurunan pertumbuhan ekonomi, serta masih lemahnya kinerja ekspor juga menjadi pemicu turunnya penerimaan pajak karena sebagian besar penerimaan pajak berasal dari perusahaan komoditas yang berbasis ekspor.
Proporsi penyerapan APBN per Juli kuartal II-2014 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan APBNP 2013 per Juli kuartal II. Pada kuartal II Juli 2014, belanja negara baru mencapai 47,3% sedangkan bila dibandingkan dengan periode yang sama dengan tahun 2013, sudah terealisasi 48,6%. Namun secara nominal, pada realisasi belanja di 2014 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, realisasi penerimaan APBNP per kuartal II-2014 lebih tinggi dibandingkan pada APBNP 2013 kuartal II. Penerimaan APBN tercatat mencapai 50,2% dari total target penerimaan negara dalam APBN 2014. Angka ini lebih tinggi dari APBNP 2013 sebesar 49,5%. Hal ini menandakan adanya perbaikan  penerimaan pendapatan negara yang cukup baik.
Belanja pemerintah tahun ini dipotong IDR 43 triliun. Kondisi tersebut dinilai belum bisa memacu pertumbuhan ekonomi. Target anggaran awal penghematan belanja yang disepakati, pemotongan anggaran Kementerian dan Lembaga (K/L) dari IDR 100 triliun hanya menjadi IDR 43 triliun. Pemotongan belanja diutamakan pada belanja barang serta meminimumkan pemotongan belanja modal. Berdasarkan Surat Menteri Keuangan No. S-3347/MK.02/2014 tentang rincian perubahan belanja K/L APBN-P 2014 ditetapkan perubahan pagu anggaran Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat yang semula IDR 218,3 miliar menjadi IDR 194,3 miliar atau hanya berkurang IDR 24 miliar. Selain itu, anggaran Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan IDR 514,3 miliar dipotong IDR 66 miliar menjadi IDR 448,3 dan anggaran Kementerian Koordinator Perekonomian IDR 324,9 miliar dipotong IDR 33,6 miliar menjadi IDR 291,26 miliar.‬

Tabel 2: Realisasi Belanja APBNP 2014 Juli 2013:Q2 – Juli 2014:Q2
Proporsi realisasi belanja APBNP 2014:Q2 menurun, namun pencapaian penerimaan APBNP 2014:Q2 meningkat

Sumber: Kementrian Keuangan 2014

Pemerintah sudah mengajukan RAPBN 2015 yang sekarang tengah didiskusikan dengan DPR. Penerimaan negara dalam RAPBN 2015 direncanakan mencapai IDR 1.762,3 triliun, sedangkan belanja negara direncanakan mencapai IDR 2.019,9 triliun. Sehingga, dalam RAPBN 2015 terdapat defisit anggaran sebesar IDR 257,3 triliun atau 2,32% terhadap PDB. Sementara itu, besarnya subsidi energi dengan total nilai IDR 363 triliun telah membuat ruang fiskal menjadi terbatas. Beberapa asumsi makro pada RAPBN 2015 dinilai optimis ketika dikaitkan dengan kondisi ekonomi saat ini. Selain itu fiscal space yang sempit membuat pemerintah baru nanti akan sulit untuk mengalokasikan dana untuk mewujudkan visi misi yang dijanjikan selama masa kampanye.

Tabel 4: Defisit Anggaran dalam APBNP 2014 DAN RAPBN 2015 (IDR Triliun)
Target defisit anggaran RAPBN 2015 2,32%

Sumber: Nota Keuangan RAPBN 2015

Tahun 2015 pemerintah harus bekerja keras untuk mendapatkan ruang fiskal untuk membiayai realisasi visi misinya. Dalam APBN 2015 telah ditetapkan defisit anggaran sebesar IDR 257,4 triliun (2,32% dari PDB), lebih besar dibandingkan APBN-P 2014 yaitu IDR 241,3 triliun (2,4% dari PDB). Rencana belanja negara mengalami kenaikan dari IDR 1.635,5 triliun pada APBN-P 2014 sampai pada RAPBN 2015 yaitu IDR 1.762,3 triliun. Namun demikian, semua pos sudah dianggarkan oleh pemerintah sekarang. Apalagi  belanja pemerintah pusat juga mengalami kenaikan 7,3% sedangkan transfer ke daerah jumlahnya bertambah 7,8% dari APBN-P 2014. Sehingga pemerintah baru akan kesulitan untuk membiayai program atau proyek untuk melaksanakan visi misinya jika tidak ada pengendalian pada pos-pos pendapatan maupun belanja negara, termasuk pengendalian atas subsidi energi yang menyerap 18% dari belanja pemerintah.

2. Utang pemerintah Indonesia masih terus meningkat
Utang luar negeri Indonesia naik menjadi USD 285 miliar pada Juni 2014. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 19,24% pada bulan yang sama pada tahun 2013. Sementara itu, secara month-to-month utang luar negeri Indonesia mengalami kenaikan sebesar 0,21% yang disebabkan oleh kenaikan utang luar negeri swasta sebesar 0,76% (m-t-m). Adanya peningkatan utang luar negeri swasta diindikasikan karena ketatnya likuditas dalam negeri sehingga swasta lebih memilih untuk mencari pembiayaan dari luar negeri. Hal yang berbeda justru terjadi pada utang luar negeri pemerintah dan bank sentral yang mengalami penurunan sebesar 0,43% (m-t-m).  

Gambar 8: Utang Luar Negeri Indonesia,  Juni 2012-Juni 2014 (USD Miliar)
Total utang luar negeri meningkat seiring dengan meningkatnya utang luar negeri swasta, meski utang luar negeri pemerintah dan bank sentral mengalami penurunan

Sumber: Bank Indonesia dan  CEIC (2014, diolah)

Utang luar negeri jangka panjang masih menjadi favorit. Juni 2014, utang luar negeri jangka panjang masih didominasi oleh pemerintah dan bank sentral yang mencapai IDR 114 miliar. Namun jumlah tersebut menurun sebesar 1,5% dibandingkan dengan bulan sebelumnya pada tahun 2014. Sedangkan utang luar negeri swasta jangka panjang mengalami peningkatan sebesar 5,3% dibandingkan dengan bulan sebelumnya pada tahun 2014. Sementara itu, utang luar negeri jangka pendek swasta pada Bulan Juni 2014 mengalami kenaikan sebesar 1,5% (m-t-m) sedangkan utang luar negeri jangka pendek pemerintah mengalami kenaikan sebesar 9,17% (m-t-m).

Gambar 9: Utang Luar Negeri Indonesia Berdasarkan Jangka Waktu, Juni 12–Juni 14 (USD Miliar)
Pemerintah dan bank sentral masih mendominasi utang luar negeri jangka panjang sedangkan dalam jangka pendek didominasi oleh swasta
 
Sumber: Bank Indonesia (2014, diolah)

Indonesia masih menjadi daya tarik bagi investor asing. Kepemilikan asing atas obligasi pemerintah mengalami kenaikan menjadi sebesar IDR 1.012 triliun pada Juli 2014. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 78,3% pada bulan yang sama pada tahun 2013 dan mengalami kenaikan sebesar 3,5% dari bulan Juni 2014. Hal yang berbeda justru terjadi pada kepemilikan asing atas SBI di mana secara month-to-month mengalami penurunan sebesar 46,7%. Kepemilikan SBI mengalami peningkatan tajam pada periode Maret 2014 hingga Mei 2014 namun memasuki bulan Juni 2014, kepemilikan asing atas SBI mengalami penurunan yang tajam hingga Juni 2014. Salah satu indikasi penyebab penurunan kepemilikan SBI oleh asing tersebut adalah adanya aksi profit taking yang dilakukan oleh asing sehingga lebih memilih untuk menjual kepemilikan SBI tersebut. Sementara itu, kepemilikan asing atas ekuitas mengalami peningkatan pada Juli 2014 atau sebesar 6,44% secara month-to-month.
Surat berharga negara outstanding pada Agustus 2014 mengalami peningkatan sebesar 1,67% secara month-to-month. Kenaikan tersebut diindikasikan karena terjadinya defisit neraca perdagangan dan juga menurunnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2014 sehingga pemerintah terus mengeluarkan surat berharganya guna membiayai belanja pembangunan. Jika dilihat berdasarkan komponennya, terjadi peningkatan  pada surat berharga negara outstanding tradable sebesar 2,07% (m-t-m). Sementara itu, surat berharga negara outstanding non-tradable justru mengalami penurunan sebesar 0,66% dibandingkan pada bulan Juli 2014.

Gambar 10: Kepemilikan Asing atas Surat Berharga di Indonesia Juli 2012-Juli 2014 (IDR Triliun)
Kepemilikan asing atas SBI mengalami penurunan ketika kepemilikan asing atas obligasi pemerintah dan ekuitas meningkat

Sumber: DJPU, BI, OJK, dan CEIC (2014, diolah)

Gambar 11: Komposisi Surat Berharga Indonesia Agustus 2012 – Agustus 2014 (IDR Triliun)
Surat Berharga Negara Outstanding mengalami peningkatan
 
Sumber: DJPU dan  CEIC (2014, diolah)

Kemampuan Indonesia untuk membayar utang melemah. Debt service ratio Indonesia pada kuartal II-2014 mencapai 48% atau mengalami kenaikan sebesar 4,01% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Hal tersebut diperkuat oleh rasio utang terhadap ekspor maupun PDB yang masing-masing mengalami kenaikan sebesar 3,32% dan 4,72% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya pada tahun 2014. Peningkatan rasio utang terhadap ekspor mengalami peningkatan disebabkan oleh peningkatan utang yang tidak sebanding dengan peningkatan ekspor.

Gambar 12: Indikator Beban Utang Luar Negeri Indonesia, Juni 2012-Juni 2014 (%)
Rasio utang luar negeri Indonesia terhadap ekspor, PDB dan pembayaran utang  meningkat
 
Sumber: Bank Indonesia (2014, diolah)


Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.