Home » Tak Berkategori » Perkembangan NPI dan Ekonomi Global 2015:II

Perkembangan NPI dan Ekonomi Global 2015:II

1. Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia Memburuk Kembali
Gambar 1: Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal I-2012 – Kuartal I-2015 (USD Miliar)
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia menurun
g33
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2015)

Nilai surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kembali merosot di kuartal I-2015. Surplus NPI turun dari USD 2,41 miliar di kuartal IV-2014 menjadi USD 1,3 miliar. Dengan kata lain, secara q-t-q terdapat penurunan surplus NPI sebesar 45,93 persen di kuartal I-2015. Memburuknya kinerja NPI disebabkan penurunan surplus Neraca Transaksi Modal dan Finansial yang lebih besar daripada penurunan defisit Neraca Transaksi Berjalan. Adapun bila dibandingkan secara year-on-year, kondisinya juga tidak lebih baik. Surplus NPI kuartal I-2015 lebih kecil daripada surplus di periode yang sama pada tahun 2014 yang mencapai USD 2,07 miliar (turun 36,93 persen).

Tren penyempitan defisit Neraca Transaksi Berjalan berlanjut di kuartal I-2015. Dengan demikian defisit Neraca Transaksi Berjalan konsisten mengecil dalam tiga kuartal terakhir. Di kuartal sebelumnya defisit mencapai USD 5,67 miliar (2,58 persen PDB) namun pada kuartal I-2015 turun sebesar 32,18 persen menjadi tersisa USD 3,85 miliar (1,81 persen PDB). Penurunan defisit terutama didukung oleh perbaikan kinerja Neraca Jasa-Jasa, Neraca Barang, dan Neraca Pendapatan Primer. Selain itu kenaikan surplus Neraca Pendapatan Sekunder juga turut berkontribusi. Sejalan dengan perubahan q-t-q tersebut, secara year-on-year kinerja Neraca Transaksi Berjalan juga sedikit membaik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai defisit yang mengecil sebesar 5,02 persen atau secara absolut sekitar USD 0,2 miliar.

Surplus Neraca Transaksi Modal dan Finansial kuartal I-2015 turun. Pada kuartal IV-2014 Indonesia masih mencatatkan surplus sebesar USD 8,92 miliar namun di kuartal I-2015 surplus merosot ke USD 5,95 miliar (turun 33,37 persen q-t-q). Memburuknya kinerja Neraca Transaksi Modal dan Finansial dikarenakan terjadinya defisit pada Neraca Investasi Lainnya walaupun surplus Neraca Investasi Portofolio meningkat pesat. Surplus kuartal I-2015 ini juga lebih kecil daripada surplus di kuartal I-2014 yang mencatatkan angka sebesar USD 7,06 miliar. Secara kasar, besarnya selisih surplus kuartal I-2015 dan 2014 adalah sekitar USD 1,11 miliar (turun 15,74 persen year-on-year).

 

Gambar 2: Neraca Transaksi Berjalan Kuartal I-2012 – Kuartal I-2015 (USD Miliar)
Tren penyempitan defisit Neraca Transaksi Berjalan berlanjut
g34
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2015)

 

Defisit Neraca Jasa-Jasa kuartal I-2015 menyusut sebesar USD 0,71 miliar (turun 27,77 persen q-t-q). Di kuartal sebelumnya Neraca Jasa-Jasa mencatatkan angka defisit sebesar USD 2,56 miliar sedangkan di kuartal I-2015 defisit hanya tercatat sebesar USD 1,85 miliar. Penurunan defisit ini terutama disebabkan oleh turunnya defisit Neraca Jasa Transportasi (-20,31 persen) dan naiknya surplus Neraca Jasa Perjalanan (69,34 persen). Dari sisi Neraca Jasa Transportasi, turunnya aktivitas impor baik untuk komoditas migas dan nonmigas pada kuartal I-2015 menyebabkan pembayaran jasa angkutan barang (freight) ke maskapai asing berkurang (turun USD 0,34 miliar) sehingga memperkecil defisit Neraca Jasa Transportasi. Adapun dari sisi Neraca Jasa Perjalanan, kenaikan surplus Neraca Jasa Perjalanan kuartal I-2015 sebesar USD 0,42 miliar lebih disebabkan oleh berkurangnya pengeluaran wisatawan nasional di luar negeri.

Menurunnya defisit Neraca Pendapatan Primer di kuartal I-2015 turut mendukung perbaikan kinerja Neraca Transaksi Berjalan. Defisit Neraca Pendapatan Primer mengecil dari USD 6,96 miliar di kuartal IV-2014 menjadi USD 6,52 miliar pada kuartal berikutnya (defisit turun 6,28 persen q-t-q). Penurunan defisit kuartal I-2015 terutama disebabkan oleh menurunnya pembayaran pendapatan investasi langsung dan investasi lainnya. Defisit Neraca Pendapatan Investasi Langsung turun sebesar USD 0,58 miliar sementara defisit Neraca Pendapatan Investasi Lainnya juga turun sebesar USD 0,26 miliar. Sedangkan secara year-on-year, tingkat defisit justru membesar USD 0,16 miliar (naik 2,60 persen)

Surplus Neraca Barang naik kembali sebesar USD 0,64 miliar (atau tumbuh 26,14% q-t-q) di kuartal I-2015. Surplus kuartal I-2015 tercatat sebesar USD 3,09 miliar sedangkan di kuartal sebelumnya Neraca Barang surplus USD 2,45 miliar. Kenaikan surplus terutama disebabkan karena defisit Neraca Migas mengecil hingga 55,22 persen dipicu oleh pelemahan harga minyak dunia. Sebaliknya Neraca Nonmigas mengalami penyusutan surplus karena nilai ekspor Indonesia ke beberapa negara mitra dagang utama yaitu Tiongkok, Jepang, dan Singapura turun dibanding kuartal sebelumnya. Sementara itu surplus Neraca Barang Lainnya naik tipis dari USD 0,29 miliar menjadi USD 0,37 miliar (tumbuh 26,10 persen). Bila dilihat secara year-on-year, surplus Neraca Barang kuartal I-2015 terkontraksi sebesar 7,82 persen atau setara dengan USD 0,26 miliar.

 

Gambar 3: Neraca Perdagangan Barang Kuartal I-2012 – Kuartal I-2015 (USD Miliar)
Surplus Neraca Perdagangan Barang kembali meningkat
g35
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2015)

 

Surplus Neraca Nonmigas kuartal I-2015 menyusut sebesar USD 0,97 miliar karena adanya koreksi harga komoditas global. Pada kuartal IV-2014, Indonesia memperoleh surplus dari perdagangan nonmigas sebanyak USD 4,92 miliar sebelum kemudian turun di kuartal berikutnya menjadi USD 3,96 miliar. Jika dirinci, ekspor turun USD 3,49 miliar dan impor turun USD 2,52 miliar secara q-t-q. Berdasarkan jenis komoditas, penurunan nilai ekspor terbesar secara berturut-turut terjadi pada komoditas kelapa sawit (USD 1,03 miliar), produk logam dasar (USD 0,35 miliar), serta komoditas peralatan listrik, alat ukur, dan optik (USD 0,32 miliar). Surplus di kuartal I-2015 juga lebih rendah USD 1,62 miliar dibandingkan dengan surplus kuartal I-2014 yang mencapai USD 5,58 miliar (turun 29,12 persen year-on-year).

 

Gambar 4: Neraca Transaksi Modal dan Finansial Kuartal I-2012 – Kuartal I-2015 (USD Miliar)
Surplus Neraca Transaksi Modal dan Finansial mengecil
g36
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2015)

 

Pada kuartal I-2015 terjadi kenaikan pesat pada surplus Neraca Investasi Portofolio menjadi USD 8,87 miliar. Surplus tumbuh mencapai 372,81 persen q-t-q dibanding kuartal sebelumnya yang hanya mencatatkan angka surplus sebesar USD 1,88 miliar. Naiknya surplus didorong oleh masuknya investasi portofolio asing secara besar-besaran di kuartal I-2015 terutama pada instrumen surat utang pemerintah. Hal tersebut menimbulkan surplus pada sisi kewajiban sebesar USD 8,42 miliar. Investor asing banyak melakukan pembelian pada surat utang pemerintah dan swasta yang bersifat jangka panjang. Kedua instrumen tersebut masing-masing mencetak net beli sebesar USD 6,77 miliar dan USD 1,31 miliar. Selain itu beli neto investor asing juga terjadi pada saham-saham domestik (USD 0,44 miliar). Sebaliknya pada instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI) investor asing lebih banyak melakukan transaksi jual (net jual USD 0,12 miliar). Adapun dari sisi aset justru terjadi kontraksi surplus sebesar USD 1,36 miliar.

Setelah mencatatkan surplus dalam tiga kuartal sebelumnya, di kuartal I-2015 Neraca Investasi Lainnya defisit USD 5,34 miliar. Angka tersebut sangat besar bila dibandingkan kuartal IV-2014 yang surplus mencapai USD 4,10 miliar. Demikian pula jika dilihat secara year-on-year defisit kuartal I-2015 lebih tinggi daripada defisit di kuartal I-2014 yang berkisar USD 4,70 miliar. Defisit terjadi karena transaksi penempatan simpanan di luar negeri oleh sektor swasta meningkat. Dari sisi kewajiban, menyusutnya surplus sektor swasta sebesar USD 2,78 miliar karena kontraksi net penarikan pinjaman luar negeri turut berpengaruh pada kondisi Neraca Investasi Lainnya di kuartal I-2015.

Surplus Neraca Investasi Langsung kuartal I-2015 lebih rendah dibanding surplus kuartal IV-2014. Pada kuartal I-2015 Indonesia memperoleh surplus sebesar USD 2,32 miliar, lebih kecil daripada kuartal IV-2014 yang surplus USD 3,0 miliar (turun 22,63 persen q-t-q). Dari sisi aset, mengecilnya surplus dipengaruhi oleh peningkatan defisit pada instrumen utang yang lebih besar dibanding penurunan defisit pada modal ekuitas. Sedangkan dari sisi kewajiban, penyusutan surplus modal ekuitas sebesar USD 1,22 miliar menjadi faktor utama penyebab memburuknya kinerja Neraca Investasi Langsung.

 

2. Ekonomi Global
Tabel 1: Pertumbuhan Ekonomi Global Kuartal I-2014 – Kuartal I-2015 (persen year-on-year)
Perlambatan ekonomi terjadi di emerging market
t5
Catatan:
Kawasan Uni Eropa mencakup 28 negara yaitu Belanda, Belgia, Italia, Jerman, Luksemburg, Perancis, Britania Raya, Denmark, Irlandia, Yunani, Portugal, Spanyol, Austria, Finlandia, Swedia, Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lituania, Malta, Polandia, Siprus, Slovenia, Slowakia, Bulgaria, Rumania, Kroasia.
Sumber: CEIC Generate (2015)

 

Perekonomian negara maju secara umum memperlihatkan kondisi yang kian membaik pada kuartal I-2015. Ekonomi Amerika Serikat tumbuh sebesar 2,88 persen year on year, lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2014 (2,38 persen) maupun di kuartal I-2014 (1,89 persen). Demikian pula dengan kawasan Uni Eropa yang tumbuh sebesar 1,45 persen setelah sebelumnya tumbuh 1,37 persen di kuartal IV-2014. Berbeda halnya dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa, ekonomi Jepang menyusut lagi 0,98 persen. Hal ini menunjukkan Jepang belum keluar dari resesi sejak kuartal II-2014.

Adapun di sebagian besar emerging market (Tiongkok, Brasil, Indonesia), perlambatan ekonomi terus berlanjut. Ekonomi Tiongkok tumbuh di bawah tujuh persen pada kuartal I-2015 (6,95 persen year on year), sebelumnya sebesar 7,30 persen. Indonesia yang sebelumnya mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01 persen (kuartal IV-2014) melambat menjadi 4,71 persen di kuartal I-2015. Ekonomi Brasil bahkan turun mencapai -1,15 persen. Di antara keempat negara emerging market hanya India yang pertumbuhan ekonominya lebih tinggi daripada kuartal sebelumnya, naik dari 6,55 persen menjadi 7,51 persen.

 

3. Perkembangan Harga Komoditas Dunia
Harga minyak mentah dunia mengalami peningkatan sejak 4 bulan terakhir. Kenaikan ini diduga terjadi akibat pelemahan mata uang dollar Amerika dan ekspektasi global akan berkurangnya pasokan minyak yang saat ini masih berlebih. Peningkatan harga ini juga terjadi setelah perusahaan Arab Saudi, Aramco, mengumumkan kenaikan harga minyaknya untuk pengiriman bulan Juni ke Eropa. Sinyal ini ditangkap oleh pasar sebagai naiknya jumlah permintaan minyak mentah.

Pasokan minyak dari Libya juga terganggu karena blockade demonstran di kawasan perdagangan minyak Libya. Libya cukup strategis karena minyaknya yang berkualitas tinggi. Selain itu, kawasan antara Yaman dengan selat Hormuz dilewati oleh kapal tanker bermuatan 17 juta barel, sehingga jika kawasan ini terganggu, pasokan juga akan terganggu.

Sejak April 2015, Tiongkok menerapkan kebijakan moneter longgar yang belum mampu mendorong perekonomiannya. Jerman sebagai ekonomi terkuat di Eropa mengalami perlambatan ekonomi di kuartal I, sedangkan Amerika Serikat mencatatkan penjualan eceran yang relatif konstan. Selain itu, Irak berencana untuk meningkatkan ekspor minyak mentah sebesar 26 persen di angka 3,75 juta barel per hari pada bulan Juni.

Pada Mei 2015, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate sebesar USD 59,26 per barel naik 9,33 persen dari bulan April 2015 dan naik 24 persen dari harga terendahnya di awal tahun 2015. Harga minyak jenis Brent sebesar USD 64,56 per barel naik 8,7 persen dari bulan April 2015 dan naik sebesar 33 persen dari harga terendahnya di awal tahun 2015.

Perusahaan batubara swasta terbesar di Amerika Serikat, Giant Murray Energy Corp, berencana akan merumahkan 1800 pekerja karena pelemahan permintaan dan harga gas alam yang lebih murah memukul industri batubara Amerika Serikat. Ekspor batubara ke Tiongkok menurun. Selain itu, isu lingkungan dan penggunaan gas alam juga menurunkan harga batubara. Batubara mengalami penurunan harga juga karena peningkatan teknologi yang membuat produksi batubara lebih murah dan berlimpah. Harga batubara dunia Mei 2015 sebesar USD 64,71 per metrik ton naik 4,47 persen dari bulan April 2015 dan turun sebesar 3 persen dari awal tahun 2015.

 

Gambar 37 Minyak Mentah dan Batubara, Mei 2010 – 2015
Pasokan minyak terhambat, harga minyak meningkat.
g37
Sumber: Indexmundi (2015)

 

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan revisi dari regulasi untuk mencegah aktivitas penambangan timah illegal dan penurunan harga timah. Regulasi sebelumnya mengijinkan ekspor untuk 4 jenis timah seperti timah ingot murni, timah noningot murni, dan timah solder serta timah nonsolder campuran. Peraturan terbaru hanya mengijinkan timah ingot murni, timah solder, dan produk timah lainnya. Penurunan produksi diprediksi terjadi setelah penerapan peraturan terbaru ini, sehingga diharapkan akan semakin menurunkan kelebihan pasokan timah di pasar dunia. Myanmar, sebagai salah satu penghasil timah, mengekspor timah mentah ke Tiongkok yang mempertahankan kelebihan pasokan timah dunia, sehingga penurunan pasokan timah dari Indonesia sangat diperlukan untuk menahan penurunan harga. Harga timah sebesar USD 15803,59/metrik ton, turun sebesar 19 persen dari awal tahun 2015 dan turun sebesar 0,6 persen dari April 2015.

Peningkatan harga nikel dunia ditengarai karena penurunan stok nikel Tiongkok berkualitas tinggi dari Indonesia (di mana Indonesia menahan pengiriman nikel yang belum diolah). Walaupun Filipina mampu mengisi celah yang ditinggalkan oleh Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa nikel Indonesia lebih berkualitas. Hal ini menyebabkan harga nikel akhirnya mulai terdongkrak naik. Harga nikel dunia sebesar USD 13511,34/metrik ton, turun sebesar 9 persen dari awal tahun 2015 dan 5,3 persen dari bulan April 2015.

Ekonomi Tiongkok menggunakan besi sebanyak 50 persen dunia (mining.com). Peningkatan jumlah permintaan besi ini dipicu oleh keputusan Tiongkok untuk menstimulasi pinjaman dan memotong cadangan minimum bank, sehingga harga besi meningkat. Harga besi sebesar USD 60,23/dry metric ton, turun sebesar 11 persen dari awal tahun 2015 dan naik 17,75 persen dari bulan April 2015.

Harga tembaga Mei 2015 merupakan paling tinggi sejak November 2014. Sama halnya dengan besi, peningkatan harga tembaga karena Tiongkok melakukan pelonggaran moneter untuk menstimulus ekonominya. Sebagai pengimpor tembaga yang besar, Eropa juga didorong oleh stimulus ekonomi dari European Central Bank. Tembaga merupakan komoditas yang digunakan secara intensif oleh industri, sehingga sensitif terhadap perubahan ekonomi. Harga tembaga Mei 2015 sebesar USD 6294,78/metrik ton, naik sebesar 8 persen dari awal tahun 2015 dan naik sebesar 4,18 persen dari bulan April 2015.

 

Gambar 38 Perkembangan Harga Tembaga, Timah, dan Nikel serta Besi, Mei 2010 – 2015
Timah oversupply, Inventori Nikel Indonesia Tiongkok menipis, jumlah permintaan besi dan tembaga bertambah
g38
Sumber: Index Mundi (2015)

 

Brasil mengekspor kopi cukup banyak namun terkendala oleh pelemahan mata uangnya terhadap mata uang dolar Amerika. Kuatnya kurs dollar Amerika terhadap real Brasil menyebabkan harga kopi menurun. Brasil telah pulih dari bencana kekeringan tahun lalu, sehingga diprediksi pasokan kopi dunia mengalami kelebihan yang menurunkan harga kopi. Harga biji kopi Mei 2015 sebesar USD 158,17 sen/pon, turun sebesar 17 persen dari awal tahun 2105 dan turun sebesar 4,11 persen dari bulan April 2015.

Di sisi lain, produksi biji coklat dunia sedang mengalami hambatan akibat cuaca buruk yang melanda produsen biji coklat seperti Ghana. Ghana sebagai produsen biji coklat terbesar kedua dunia mengalami kegagalan panen yang menyebabkan shortage biji coklat dunia yang meningkatkan harga biji coklat. Hal ini mempengaruhi industri makanan yang berbahan baku coklat. Harga biji coklat Mei 2015 USD 3096/metrik ton, naik sebesar 6 persen dari awal tahun 2015 dan naik sebesar 7,93 persen dari bulan April 2015.

 

Gambar 39 Perkembangan Harga Biji Kopi dan Biji Coklat, Mei 2010 – 2015
Harga kopi turun karena oversupply, harga biji coklat naik
g39
Sumber: Indexmundi (2015)

 

Jumlah permintaan beras dunia mengalami kelesuan. Hal ini ditunjukkan oleh harga beras dunia yang mengalami penurunan. Bahkan setelah dikeluarkan kebijakan oleh pasar yang menurunkan harga ekspor minimum, permintaan masih belum bergeming. Thailand sebagai eksportir beras terbesar kedua dunia melakukan usaha tender untuk berasnya di Filipina yang dimaksudkan untuk mendongkrak harga.

Indonesia masih bersikeras untuk tidak mengimpor beras walaupun harga beras domestik semakin tinggi dan adanya ancaman El Nino. El Nino ini diperkirakan akan mengundur musim tanam di Indonesia yang akan mengurangi panenan tahun ini dan otomatis mengurangi stok beras domestic. Harga beras internasional yang semakin rendah tampaknya tidak membuat Indonesia menarik larangan impor beras walaupun harga beras domestik semakin tinggi.

Di satu sisi, Tiongkok dan India diprediksi akan menyerap pasokan beras dunia pada beberapa bulan ke depan, sehingga Negara-negara Asia pengekspor beras diharapkan meningkatkan cadangan berasnya. Tiongkok sebagai importer beras terbesar dunia telah mengimpor 4 juta ton beras tahun 2014 lalu dari 3,2 juta ton pada 2013, menurut USDA. Harga beras dunia pada Mei 2015 sebesar USD USD 382,43/metrik ton turun sebesar 7% dari awal tahun 2015 dan turun sebesar 2,54 persen dari April 2015.

Rusia sebagai pengekspor gandum utama dunia mengekspor gandum besar-besaran karena kurs rubel terhadap USD mengalami depresiasi. Hal ini diikuti oleh harga gandum di pasar domestik semakin tinggi karena pasokan untuk pasar domestik berkurang. Sedangkan gandum dunia semakin banyak pasokannya, menurunkan harga gandum dunia. Rusia kemudian menerapkan pajak ekspor untuk menyeimbangkan harga dan pasokan gandum domestik.

Pajak ekspor gandum tergantung dari kurs rubel terhadap USD. Pajak dimaksudkan untuk menghambat ekspor bila rubel terdepresiasi sangat tajam, yang membuat ekspor mengalir deras. Harga gandum dunia pada Mei 2015 sebesar USD 215,5/metrik ton turun sebesar 13 persen dari awal tahun 2015 dan turun sebesar 3,67 persen dari bulan April 2015.

Harga komoditas jagung mengalami penurunan perlahan-lahan namun cenderung stabil. Harga Jagung dunia pada Mei 2015 sebesar USD 166,3/metrik ton, turun 5 persen dari awal tahun 2015 dan turun sebesar 3,34 persen dari bulan April 2015.

 

Gambar 40 Perkembangan Jagung, Beras, dan Gandum, Mei 2010 – 2015
Pelemahan permintaan beras menurunkan harga beras, ekspor gandum Rusia meningkat karena depresiasi mata uang Rusia terhadap USD
g40
Sumber: Indexmundi (2015)

 

Harga CPO dunia naik tipis semenjak penurunan output dari Indonesia dan Malaysia akibat dari kekeringan yang sempat melanda. Selain itu Indonesia menerapkan pajak ekspor sebesar USD 50/metrik ton yang akan diimplementasikan akhir Mei 2015. Penerimaan Negara dari pajak ekspor ini rencana akan digunakan sebagai pendukung program biodiesel yang merupakan turunan dari produk CPO, sehingga kebutuhan domestic akan CPO juga meningkat. Penerapan pajak ekspor meningkatkan harga CPO dunia. Sebelumnya Indonesia menerapkan insentif dari sebelumnya IDR 1500 menjadi IDR 4000 per liter untuk menstimulasi peningkatan harga CPO (Bloomberg, 2015) namun harga gagal untuk ditingkatkan. Harga CPO pada Mei 2015 sebesar USD 601,4/metrik ton, turun sebesar 6 persen dari awal tahun 2015 dan naik sebesar 1,62 persen dari bulan April 2015. Harga kedelai dunia pada Mei 2015 sebesar USD 351,95/metrik ton, turun sebesar 4 persen sejak awal tahun 2015 dan turun sebesar 1,4 persen dari April 2015.

Brazil merupakan pemasok gula (33 persen) dan kopi (40 persen) dunia. Berada di daerah tropis, komoditas gula sangat terpengaruh oleh cuaca. Tahun 2015, El Nino melanda dunia dan kawasan Brazil menjadi basah, sehingga menurunkan kadar sukrosa. Kualitas menjadi turun dan harga menjadi turun. Harga gula dunia pada Mei 2015 sebesar USD 12,7 sen/pon pada Mei 2015 turun sebesar 16 persen dari awal tahun 2015 dan turun sebesar 1,62 persen dari April 2015 yang merupakan terendah sejak 5 tahun terakhir.

 

Gambar 41 Perkembangan Harga Minyak Kelapa Sawit, Kedelai, dan Gula, Mei 2010 – 2015
Indonesia menerapkan pajak ekspor untuk CPO, kualitas gula Brasil turun diikuti penurunan harga gula
g41
Sumber: Indexmundi (2015)


Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.